~ It's simple. Just say what you want (Don't say what you don't want)... ~

Tuesday, September 14, 2010

Tatkala Malaikat Kematian Menjemput.




Suatu hari seorang raja melakukan sebuah perjalanan ke salahsatu provinsi di wilayah kerajaannya. Ia mempersiapkan perjalannya itu sedemikian rupa, dimana dengan berbusana mewah layaknya kemegahan seorang raja, diiringi oleh sejumlah besar pasukan, dengan penuh kemegahan.

Di tengah perjalanan, seorang lelaki berpakaian layaknya kebanyakan orang miskin mendekati dan menyapanya dari tepi jalan, namun sang raja tak mempedulikannya. Lelaki itu kemudian nekat memegang lis kuda yang dikendarainya; dan anehnya, tak seorangpun di antara para prajurit pengawal tampak berusaha mencegahnya serta memaksanya melepaskan lis kuda sang raja; mereka seakan-akan tidak mengetahui kejadian heboh itu.

Raja-pun membentak dengan marah: “Lepaskan lis kudaku!”

Alih-alih melepaskannya, dengan lancangnya lelaki itu malah berkata: “Sebelumnya, penuhi dulu permintaan hamba.”

“Lepaskan dulu lis kudaku, aku janji akan mendengar permintaanmu,” sahut sang raja ketus.

“Tidak,” jawab lelaki bandel itu, “Paduka harus mendengarkannya sekarang juga,” seraya menarik lebih kuat lis kendali itu.

Jengkel dan kehabisan akal, rajapun bertanya: “Apa permintaanmu? Cepat katakan!”

“Ijinkan aku membisikkannya di telinga Paduka”, sahut si lelaki, “karena ini merupakan sesuatu yang teramat rahasia” tambahnya.

Merasa kehabisan akal, rajapun menundukkan kepalanya untuk mendengar bisikan lelaki miskin itu: “Aku adalah Malaikat Kematian.”

Mendengar itu, kontan wajah sang raja pucat-pasi; dengan suara gagap ia berkata: “Ijinkanlah aku pulang ke istana dulu mengucapkan selamat tinggal kepada keluargaku, serta untuk membereskan beberapa urusanku.”

Akan tetapi, Sang Malaikat Kematian, dengan tegas berkata: “Pesan dari Beliau yang mengutusku, sejak saat ini Anda tak akan pernah melihat keluarga berikut kemakmuran Anda di dunia ini lagi!”

Segera setelah berkata begitu, beliaupun mencabut nyawa sang raja. Raja jatuh tersungkur dari kudanya layaknya sebatang kayu.

Azra’il meneruskan perjalanannya. Kini ia bertemu dengan seorang penganut yang sedang berjalan sendirian. Sang Malaikat menyapanya, dan iapun menyapa balik dengan ramah.

“Aku membawa pesan untukmu kawan,” kata Sang Malaikat.

“Oh ya.” sahut si penganut “sampaikanlah itu Saudaraku” dengan hangat dan penuh keramah-tamahan serta rasa persaudaraan.

“Aku adalah Malaikat Kematian;” kata Sang Malaikat tanpa basa-basi lagi.

Mendengar itu mata si penganut tampak berbinar, wajahnya berubah begitu cerah dihiasi senyum lebar, “Selamat datang....Selamat Datang!”; sambutnya.

“Tuhan sebagai saksiku; kalau aku telah menunggumu sejak lama.... dengan tak sabar, lebih tidak sabar dari siapapun juga”; sambungnya.

“Wahai Saudaraku!” lanjut Sang Malekat, “mungkin Anda masih punya urusan yang Anda rasa perlu untuk diselesaikan dulu, silahkan....kita tidak buru-buru kok...”

“Tuhan sebagai saksiku,” kata si penganut itu lagi, “tak ada apapun yang aku dambakan melebihi bertemu dengan-Nya.”

“Baiklah kalau begitu” sahut Sang Malaikat, “Tapi sekarang pilihlah dengan cara bagaimana aku mengambil jiwamu. Aku juga dipesani-Nya demikian; ini harus ku sampaikan padamu.”

Mendengar itu si penganut berkata: “Kalau begitu, ijinkan aku melaksanakan dua putaran sembahyangku, dan ambillah jiwaku sementara aku sedang berlutut dalam kesujudanku kepada-Nya.”

___________________________

* Kisah sufistik ini dicuplik dan disadur dari buku 'Angels Unveiled' karya Shaykh Muhammad Hisham Kabbani,

No comments:

Post a Comment