~ It's simple. Just say what you want (Don't say what you don't want)... ~

Sunday, September 5, 2010

Puisi Sufi: Fana’ Hulul, Ka’bah Qolbu, Makrifa

Cinta

(Rabi’ah Al Adawiyah)

Aku mencintaiMu dengan dua macam cinta,

Cinta rindu dan cinta karena Kau memang layak dicintai

Dengan cinta rindu,

Kusibukkan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu,

Tiada yang kuingat selain-Mu,

Sedangkan, cinta karena Kau layak dicintai,

Di sanalah Kau menyingkap hijabku,

Agar aku dapat memandang-Mu

Namun, tak ada Pujian dalam ini dan itu

Segala Pujian hanya untuk-Mu dalam ini dan itu.






Fana’ dan Hulul


Abu al-Mughits al-Husain bin Manshur bin Muhammad al Baidhawi Al-Hallaj

Duh, penganugerah bagi si pemegang karunia

Terhadap diri-Mu dan diriku begitu aku terpada

Kau buat begitu dekat diriku dengan-Mu, sehingga

Kau adalah aku, begitu kukira

Kini dalam wujud diriku menjadi sirna

Dengan-Mu aku kau buat menjadi fana

Aku yang kucinta

Dan yang kucinta Aku pula

Kami dua jiwa padu jadi Satu

Dan jika kau lihat aku

Tampak pula Dia dalam pandanganmu

Dan jika kau lihat Dia

Kami, dalam pandanganmu tampak nyata

Kau antara kalbu dan denyutku, berlalu

Bagaikan air mata menetes dari kelopakku

Bisik-Mu pun tinggal dalam relung hatiku

Bagai ruh yang hulul dalam tubuh jadi satu

Maha suci Dzat yang menyatakan nasut-nya

Dengan lahut-nya , yang cerlang seiring bersama

Lalu dalam mahluk-Nya pun tampak nyata

Bagai si peminum serta si pemakan tampak sosok-Nya

Hingga semua mahluk-Nya melihat-Nya

Bagai bertemunya dua kelopak mata




Ka’bah Qolbu

Seorang Sufi besar, yang bernama Muhammad bin Al Fadl mengatakan :
“Aku heran pada orang yang mencari Ka’bah-Nya di dunia ini. Mengapa mereka tidak berupaya melakukan musyahadat tentang-Nya di dalam Qalbu mereka ? Tempat suci kadangkala mereka capai dan kadangkala mereka tinggalkan, tapi musyahadat bisa mereka nikmati selalu. Jika mereka harus mengunjungi batu, yang dilihat hanya setahun sekali, sesungguhnya mereka lebih harus mengunjungi Ka’bah Qalbu, dimana Dia bisa dilihat 360 kali sehari semalam.”



Pendakian Jiwa

(Jalaluddin Rumi – Matsnawi III, 3901)

Aku mati sebagai mineral dan menjadi tumbuhan,
Aku mati sebagai tumbuhan dan muncul sebagai hewan,
Aku mati sebagai hewan dan aku menjadi Insaan.
Mengapa aku mesti takut ? Bilakah aku menjadi rendah karena kematian ?
Namun sekali lagi aku akan mati sebagai Insaan, untuk membumbung bersama para malaikat yang direstui;
bahkan dari tingkat Malaikatpun
Aku harus wafat: Segala akan binasa kecuali Allah.
Ketika Jiwa Malaikatku telah kukorbankan,
Aku akan menjadi sesuatu yang tak pernah terperikan oleh pikiran.
Oh, biarkan aku tiada ! Karena Ketiadaan Membisikkan nada dalam telinga,
“Sesungguhnya kepada-Nya-lah kita kembali.”
[sumber: Ajaran dan Pengalaman Sufi – Maulana Jalaluddin Rumi, terjemahan dari Reynold A Nicholson]



MAKRIFAT

(JALALUDDIN AR-RUMI)

Tahukah kalian nama tanpa yang diberi nama

Pernahkan kalian petik mawar dari m-w-r semata

Kalian beri ia nama, carilah realitas yang diberi nama

Jangan lihat bulan di air, carilah bulan di langit sana

Andaikan dari nama dan huruf kalian ingin mengatasi

Dari egoisme hendaklah kalian hindarkan diri

Dari semua tabiat jiwa bersihkan diri kalian

Wujud nurani kalian niscaya terlihat

Memang Nabi dalam kalbu kalian niscaya tertampakkan

Tanpa guru dan penuntun pun tidak diperlukan

Dari Dualisme kutukar diri dan kulihat alam hanya satu

Dari Yang Satu kucari, dengan Yang Satu kutahu

Kepada Yang Satu kulihat, dan untuk Yang Satu kuseru

Oleh Piala Cinta kumabuk dan alam pun fana sari pemahamanku

Menikmati minuman dan berbincang dengan-Nya itulah kesibukanku




Teman Makrifat

(Ummul Khair Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyyah Al-Qisiyyah)

Kujadikan Kau teman berbincang dalam kalbu

Tubuhku pun biar berbincang dengan temanku

Dengan temanku tubuhku berbincang selalu

Dalam kalbu terpancang selalu Kekasih cintaku




Cinta Ilahi

Ummul Khair Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyyah Al-Qisiyyah

Dalam batin kepadanNya kau durhaka, tapi

Dalam lahir kaunyatakan cinta suci,

Sungguh, aneh sangat gejala ini

Andaikan cintamu memang tulus dan sejati

Yang Dia perintahkan tentu kau taati

Sebab, pecinta pada Yang dicintai patuh dan bakti




Bersemayam dalam hatiku
(Junaid al-Baghdadi)

Kini kutahu, Tuhan — Siapa
Bersemayam dalam hatiku
Dalam rahsia, jauh daripada dunia
Lidahku bercakap dengan-Nya yang kupuja
Melalui sebuah jalan
Kami mendekat rapat
Terpisah jauh daripada-Nya
Berat siksa yang mendera jiwa
Walau Kau sembunyikan wajah-Mu
Jauh daripada pandangan mataku
Dalam cinta kurasa kehadiran-Mu
Yang mesra dalam hatiku
Dalam bencana mengerikan
Tak kusesali seksa yang mencabik jiwa
Hanya Kau saja Tuhan yang kurindu
Bukan kurnia atau tangan pemurah-Mu
Apabila seluruh dunia Kau berikan kepadaku
Atau sorga sebagai pahala
Aku berdoa supaya seluruh kekayaanku
Tak berharga dibanding melihat wajah-Mu




Teman
(Ibn ‘Arabi)

Dulu tidak kusenangi temanku

Jika agamanya lain dari agamaku

Kini kalbuku bisa menampung semua

Ilalang perburuan kijang atau biara Pendeta

Kuil pemuja berhala atau Ka’bah haji berdatangan

Lauh Taurat atau Mushaf Al-qur’an

Kupeluk agama cinta, kemanapun yang kutuju

Kendaraanku cinta, ialah agamaku dan Imanku

No comments:

Post a Comment