~ It's simple. Just say what you want (Don't say what you don't want)... ~

Tuesday, September 28, 2010

Berani Menelanjangi-diri?





Sungguh tidak mengenakkan rasanya bila ‘ditelanjangi’ orang lain, apalagi itu dilakukan di hadapan banyak orang. Oleh karenanya, jauh lebih baik bila kita berani dan mampu menelanjangi-diri sendiri, sebelum ditelanjangi orang.

Sementara itu, kendati berani, tidaklah mungkin bisa menelanjangi diri sendiri bila kita senantiasa mengarahkan perhatian ke luar. Untuk bisa menelanjangi diri sendiri, kita mesti mengarahkan perhatian ke dalam, ke dalam diri sendiri. Apa yang kita peroleh dari hanya mengarahkan perhatian ke luar selama ini bisa saja dijadikan sebagai pembanding; namun itu bukanlah hal sedemikian pentingnya. Yang lebih penting adalah bagaimana melihat diri sendiri secara cermat, secara mendalam, dengan jujur dan benar-benar objektif, tanpa penolakan, tanpa berusaha mencari-cari pembenaran atasnya dan berani mengakuinya kalau memang demikianlah adanya.

Mengakui diri sebagai serakah, penuh iri dan dengki, penuh kebencian, tidak jujur, suka berpura-pura, angkuh, egois, suka meninggikan diri, mementingkan diri sendiri, mau menang sendiri dan sebagainya, benar-benar butuh seporsi besar kejujuran dan keberanian. Makanya, tidak mudah dilakukan; tak banyak orang yang berani melakukannya. Disini, rasa iba-diri seakan-akan mengharuskan seseorang untuk mengadakan pembelaan-diri, mencari-cari dalih, alasan, kambing-hitam, bahkan pembenaran.

Namun, bilamana keberanian dan kejujuran Anda punyai, menelanjangi-diri bukan lagi sesuatu yang sedemikian sulitnya; daripadanyalah roda revolusi mental dan spiritualpun akan berputar ke depan dengan sendirinya.

»»  READMORE...
READ MORE - Berani Menelanjangi-diri?

Berani benar-benar Telanjang?






Sesuatu yang ‘spesial’ bagi kita umumnya tampak menarik, membangkitkan selera dan rasa kagum. Apa yang spesial bagi Anda? Anda tahu itu bukan? Kitapun tahu kalau, apa yang spesial bagi kita, belum tentu spesial juga bagi orang lain. Ini erat kaitannya dengan pengalaman, ingatan, dan tentunya selera masing-masing. Sesuatu yang spesial bagi saya boleh jadi harus buatan luar-negri, berharga mahal, sangat langka dimana hanya beberapa orang saja yang memilikinya di dunia ini; akan tetapi bagi Anda boleh jadi itu malah tidak spesial sama-sekali. ‘Memahami diri sendiri’ mungkin sesuatu yang tidak spesial, atau bahkan remeh bagi Anda atau banyak orang, karena Anda telah merasa memahami diri Anda. Tapi tunggu dulu; benarkah Anda memahami diri Anda? Benarkah? Atau malah jangan-jangan apa yang Anda sangka sebagai diri kalian itu hanyalah ‘apa yang dikatakan orang tentang Anda’ dimana itu kalian rasakan sebagai menyenangkan, sesuai dengan apa yang kalian harapkan, cita-citakan, sehingga Anda menerimanya dengan senang-hati. Tidakkah begitu? Periksalah kawan! Anda adalah sesosok pribadi yang sangat spesifik, unik, sangat spesial, tiada duanya. Bahkan kembaran Andapun tidak persis sama dengan Anda. Makanya, bukankah sesuatu yang amat sangat menarik untuk memahami diri Anda sendiri? Anehkah kalau saya malah merasa heran kalau Anda tidak melihat bahwasanya memahami diri sendiri adalah sesuatu yang amat sangat spesial? Agaknya sudah berkali-kali disampaikan sebelumnya kalau, guna memahami diri sendiri kita mesti menyelam jauh ke dalam si diri, ke dalam —apa yang selama ini kita sangka sebagai— diri kita ini. Dan itu, juga bisa berarti ‘penelanjangan-diri’ sepenuhnya. Kita telanjang kalau hendak mandi, hendak membersihkan tubuh ini dari semua kekotoran-kekotorannya. Demikian juga halnya bila kita hendak ‘membersihkan-diri’, ‘memurnikan-diri’ kita. Kita mesti melucutinya dari semua atribut, dari semua polesan, dari semua embel-embel yang dikenakannya selama ini —baik yang menyenangkan pun tak menyenangkan. Beranikah Anda benar-benar telanjang?
»»  READMORE...
READ MORE - Berani benar-benar Telanjang?

Thursday, September 23, 2010

Filsafat dan Tasawuf




Para Pemikir -- Tasawuf dipahami sebagai mistisisme Islam -kadang disebut juga Sufisme- (karena dinisbatkan kepada ahli tasawwuf yang disebut sufi). Tasawuf dimasukkan oleh Ibn Khaldun ke dalam kelompok ilmu-ilmu naqliyyah (agama). Sebagai salah satu ilmu naqliyyah, maka tasawuf, didasarkan pada otoritas, yaitu Al-Qur’an dan Hadits, dan bukan pada nalar rasional seperti filsafat.

Tasawuf dan Filsafat memang bisa kita bedakan, karena sementara yang pertama bertumpu pada wahyu dan penafsiran esoterik (batini) sedangkan yang kedua bertumpu pada akal.

Meskipun begitu, tidak selalu berarti bahwa kedua disiplin ini bertentangan satu sama lainnya. Walapun untuk kebanyakan orang, filsafat akan terasa aneh karena mereka hanya menafsirkan agama secara harfiah atau eksoterik.

Menurut Ibn Rusyd, kalau terkesan bahwa filsafat seolah-olah bertentangan dengan agama, maka kita harus melakukan ta’wil kepada naskah-naskah agama. Alasannya adalah karena naskah-naskah agama bersifat simbolis dan kadang memiliki banyak makna.

Dari sudut boleh tidaknya penafsiran eksoterik atau ta’wil, maka filsafat dan tasawuf, seiya-sekata. Tetapi dilihat dari metode penelitiannya maka keduanya berbeda.

Filsafat memanfaatkan dimensi rasional pengetahuan, sementara tasawuf dimensi spiritual. Namun, karena keduanya (dimensi rasional dan spiritual) adalah dimensi sejati dari kebenaran sejati yang sama, maka keduanya berpotensi untuk saling melengkapi.

Menurut Al-Farabi dan Ibn Sina, sumber pengetahuan para filosof dan para nabi (termasuk para sufi), adalah sama dan satu, yaitu akal aktif (al-’aql al-fa’al), atau malaikat Jibril dalam istilah agamanya. Hanya saja sementara para filosof mencapai pengetahuan darinya (akal aktif) melalui penalaran akal-beserta latihan yang intensif, sementara para Nabi (sufi) memperolehnya secara langsung tanpa perantara.

Sementara itu, untuk memperoleh pengetahuan para filosof menggunakan penalaran diskursif, para Nabi (sufi) menangkapnya lewat daya mimitik imajinasi (menurut Al-Farabi) atau akal suci atau intuisi (menurut Ibn Sina).

Sehingga bisa kita saksikan bahwa, bahasa filsafat bersifat rasional, sementara bahasa profetik/mistik bersifat simbolis dan mistis. Namun menurut kedua filosof muslim tersebut, baik filsafat maupun tasawuf berbicara tentang kebenaran yang sama. Hanya saja mereka menggunakan cara dan bahasa yang berbeda.

Perbedaan yang mencolok antara modus pengenalan rasional dan pengenalan intuitif atau mistik adalah, bahwa pengetahuan akal membutuhkan “perantara”, berupa konsep atau representasi-semisal kata-kata atau simbol-untuk mengetahui objek yang ditelitinya. Dan mungkin karena itu, maka modus pengenalan rasional (falsafi) disebut ilmu hushuli (acquired knowledge).

Untuk mengetahui pikiran seorang misalnya, kita harus mempelajari pikiran-pikirannya dengan membaca tulisan-tulisan atau mendengarkan ceramah-ceramahnya. Berbeda, tentunya, dengan orang itu sendiri, ketika ia ingin memahami pemikiran-pemikirannya sendiri, ia tidak perlu atau tergantung pada kata-katanya, karena orang itu dapat memahaminya dengan begitu saja, tanpa representasi apapun.

Oleh karena sifatnya yang tidak langsung itulah, maka pengetahuan rasional tidak bisa betul-betul menangkap objeknya secara langsung. Modus pengetahuan seperti itu, menurut Rumi, akan sama dengan orang yang berusaha memetik setangkai bunga mawar dari “M.A.W.A.R.”

Anda, kata Rumi, “tidak akan mampu memetik mawar dari M.A.W.A.R., karena anda baru menyebut namanya. Cari yang empunya nama!”.

Berbeda dengan modus pengenalan rasional, pengenalan intuitif atau mistik (seperti yang dialami oleh para Sufi atau nabi) bersifat langsung, dalam arti tidak butuh pada simbol atau representasi apapun. Ia tidak butuh pada bacaan, huruf atau bahkan konsep dan sebangsanya.

Contoh yang mudah dari pengenalan seperti ini adalah, misalnya, pengetahuan kita tentang diri kita sendiri, atau yang biasa disebut self-knowledge. Untuk mengetahui diri kita sendiri, apakah kita perlu perantara, seperti halnya ketika kita hendak mengerti orang lain? Tentu saja tidak.

Kita tahu tentang diri kita-dengan begitu saja, karena keinginan kita dengan diri kita adalah satu dan sama. Pikiran kita misalnya, bahkan bisa dikatakan telah menyatu dengan diri kita. Ia hadir dan dan tidak bisa dipisahkan lagi dari diri kita. Itulah sebabnya, mengapa modus pengenalan ini disebut ilmu hudhuri (knowledge by presence / presential knowledge).

Karena objek yang diteliti (misalnya pikiran atau keinginan) telah hadir dalam diri kita, bahkan telah menyatu dalam diri kita, maka terjadi kesatuan (identitas) antara subjek dan objek, antara yang berpikir dengan yang dipikirkan, antara alim dan maklum. Akibatnya, maka pengetahuan kita tentang objek tersebut (yang tidak lain dari pada diri kita sendiri) adalah sama dan satu. Di sini kita mengalami bahwa “mengetahui” (to know) adalah sama dengan “ada” itu sendiri (to be).

Meskipun tasawuf dikategorikan oleh Ibn Khaldun sebagai ilmu naqliyyah (agama) dan karena itu berdasarkan pada otoritas, namun menurut kesaksian Ibn Khaldun sendiri dalam Al Muqaddimah-nya, Tasawuf, pada perkembangan berikutnya, telah banyak memasuki dunia filsafat , sehingga sulit bagi keduanya untuk dipisahkan.

Dalam kasus filsafat suhrawardi, misalnya, kita bisa melihat bahwa tasawuf bahkan telah dijadikan dasar bagi filsafatnya, sehingga orang menyebutnya filosof mistik (muta’allih). Sementara pada diri Ibn “Arabi, kita melihat analisis yang sangat filosofis merasuki hampir setiap lembar karya-karyanya. Sehingga tasawufnya sering disebut tasawuf falsafasi. Pada masa berikutnya, kita tahu bahwa Mulla Shadra, pada akhirnya telah dapat mensintesiskan keduanya, dalam apa yang kita sebut filsafat Hikmah Muta’aliyyah, atau teosofi transenden. Disini, unsur-unsur filosofis dan mistik berpadu erat dan saling melengkapi satu sama lain.



»»  READMORE...
READ MORE - Filsafat dan Tasawuf

" ngundhuh wohing pakarti "



Inilah salah satu konsep dasar untuk mengendalikan kelangsungan peradaban kehidupan manusia.

Ngundhuh Wohing Pakarti

Ngundhuh = memanen, menuai, memetik hasil
Woh = buah
Ing = pada, dalam hal
Pakarti = perbuatan, tindak tanduk, tingkah laku

Jadi Ngundhuh Wohing Pakarti maknanya kurang lebih adalah Menuai hasil perbuatan sendiri.

Konsep ini diadopsi oleh berbagai peradaban, agama dan kepercayaan untuk menjaga agar proses kehidupan tetap berlangsung.

Dalam beberapa agama diperkenalkan konsep adanya perbuatan baik yang berujung ke sorga dan perbuatan jelek yang berujung ke neraka.

Dalam agama atau kepercayaan yang lain dikenal juga adanya Karma terhadap seluruh perbuatan yang sudah dilakukan.

Tujuan semua ini adalah untuk medorong manusia untuk selalu berbuat baik dengan harapan akan memperoleh kebaikan.
Dan secara general konsep "kebaikan" sifatnya universal di seluruh peradaban tanpa pernah ada konsensus bersama, tapi muncul dari kesadaran diri sebagai manusia.

Sederhananya, peribahasa Jawa itu setara lah denganHukum Karma. Tepatnya, dapat diartikan sebagai menuai atau memetik hasil perbuatan. Dalam bahasa Indonesia, ada peribahasa yang senada; tak ada asap maka tak ada api. Dalam Fisika, ada Hukum Aksi-Reaksi.

Sebagai orang Jawa –walaupun asal-turunnya entah dari mana–, juga sesuai agama yang saya anut, saya sangat percaya pada ngundhuh wohing pakarti itu.

Orang bijak selalu bertindak hati-hati, berfikir jauh ke depan jika akan melakukan suatu pekerti, karena mereka yakin, apa yang mereka lakukan akan kembali pada diri sendiri. Jika melakukan pekerti yang baik maka akan mendatangkan kebaikan, dan sebaliknya jika melakukan pekerti yang buruk juga akan kembali pada diri sendiri. Jika melakukan pekerti yang merugikan orang lain pun suatu saat diri sendiri yang akan merugi.

Menurut petuah religi, hanya pada umat terdahulu wohing pakarti akan diberikan serta-merta. Pada umat terkini, akan hanya sebagian kecil diserta-mertakan dan sebagian besar ditunda hingga akhir zaman.

Barangkali karena itulah umat terkini semakin tidak semena-mena. Berbuat apa saja sekehendak hatinya tanpa sadar bahwa wohing pakarti pasti akan dituai nantinya.

»»  READMORE...
READ MORE - " ngundhuh wohing pakarti "

Wednesday, September 22, 2010

Menemui TUHAN



“Kamu tahu, Kawan? Siapa yang paling ingin aku temui saat ini?”

“Siapa?”

“Tebak dong!”

“Doraemon?”

“Bukan.”

“Bakabon?”

“Bukan.”

“Tak tahu lah. Setahu aku cuma mereka yang kau suka.”

“Tuhan...”

“Haah...?“

“Iya, aku ingin bertemu Tuhan.”

“Gila kamu!”

“Kenapa gila? Kamu tahu siapa yang menciptakan dunia?”

“Tuhan.”

“Kamu tahu siapa yang menciptakan manusia?”

“Tuhan.”

“Kamu tahu siapa yang menciptakan Doraemon dan Bakabon?”

“Itu manusia, tolol!”

“Oh ya? Jadi bukan Tuhan?”

“Tolol!”

“Tapi kamu tahu betapa hebatnya Tuhan?”

“Tolol! Tanpa kau bilang, aku juga tahu Tuhan itu hebat. Lagi pula bisa masuk neraka aku kalau menyangkalnya.”

“Jadi kamu setuju sama aku, kan?”

“Tolol! Kamu tahu bisa masuk neraka aku kalau tak setuju.”

“Bagus, berarti aku benar‐benar harus bertemu Tuhan...”

“Shalat lah kau!”

“Apa kau bilang?”

“Kau bilang ingin bertemu Tuhan. Shalat lah, berdoa pada‐Nya. Minta semua yang kau inginkan, Kawan...”

“Benarkah? Apa kau yakin Tuhan akan memberikannya?”

“Tuhan pasti mendengarkan doa orang baik.”

“Apa aku cukup baik?”

“Entahlah, kau coba saja sendiri.”

“Tapi apa itu shalat?”

“Tolol!!!”

“Aku sudah mengerti gerakan shalat, Kawan.”

“Baguslah...”

“Aku juga sudah berdoa pada Tuhan.”

“Baguslah.”


“Tapi kau bohong.”

“Kenapa?”

“Kau bilang jika aku shalat aku bisa bertemu Tuhan.”

“Haha... Tolol!”

“Kenapa?”

“Mati dulu sana kalau kau benar‐benar ingin bertemu Tuhan.”

“Benarkah?”

“Tolol, sedang apa kamu di situ?”

“Aku mau bertemu Tuhan, Kawan...”

“Tolol, bisa mati kamu!”

“Memang. Bukankah kemarin kau yang bilang, kalau aku mati aku bisa bertemu Tuhan. Oh ya, ada pesan yang ingin kau titipkan?”

“Gila kamu!”

“Sampai juga lagi, Kawan...”

“Hei tunggu...”

“Ada apa lagi, Kawan?”

“Kamu pikir aku serius, hah?”

“Apa maksudmu?”

“Sudah kau turun dulu. Nanti aku beritahu cara bertemu Tuhan.”

“Apa? Jadi ada cara lain?”

“Iya. Turunlah...”

“Apa kau serius?”

“Iya. Turunlah...”

“Oke...”

“Kenapa kamu begitu tolol, Kawan?”

“Sudah berapa kali kau bilang aku tolol, hah?”

“Kau tahu kalau sampai kau mati, Tuhan takkan sudi menemuimu.”

“Benarkah?”

“Ya, mayatmu akan gentayangan. Kau akan jadi hantu!”

“Tapi kemarin kau yang bilang begitu.”

“Ya, memang kalau kau mati kau bisa bertemu Tuhan. Tapi bukan dengan cara begitu. Itu sama saja kau bunuh diri. Kau tahu, Tuhan paling murka dengan mati bunuh diri.”

“Begitukah?”

“Ya...”

“Aku punya ide, Kawan!”

“Aku yakin ide tolol.”

“Kau bunuh saja aku, Kawan!”

“Gila!”

“Kenapa? Aku kan tidak bunuh diri...”

“Iya, tapi aku yang rugi.”

“Hmmm.. aku ada ide lain.”

“Aku tak mau dengar ide tololmu...”

“Lihat. Kau lihat si Gendut itu, Kawan. Aku akan mengejek dan memukulnya hingga ia kesal. Lalu aku terus mengejek dia hingga ia tak tahan. Ia pukul aku. Tapi tak aku lawan. Aku akan menyerahkan kematianku di tangannya.”

“Kau sudah benar‐benar gila, ya?”

“Tapi kau kan tak rugi kawan. Lagi pula, si Gendut itu pantaslah rugi sedikit agar pikirannya tak terlalu senang, dan perutnya bisa kurusan...”

“Kau pikir Tuhan tidak melihat, hah? Asal kau tahu, Tuhan sedang memata‐matai kita. Ia sedang mengikuti dan melihat kita.”

“Apa? Benarkah? Jadi dari tadi Tuhan melihat kita?”

“Bukan dari tadi, tapi dari dulu, tolol!”

“Lalu di mana Dia? Kenapa Dia bersembunyi? Ah kau pasti menipuku lagi...”

“Aku serius, Kawan.”“Benarkah? Kau tahu di mana Dia? Kau yang menyembunyikannya?”

“Ya Tuhan, ampunilah kawanku yang tolol ini...”

“Hei, sekarang kau bicara pada‐Nya! Ayo katakan di mana kau menyembunyikan‐Nya?”

“Dia ada di sini, tolol. Dia ada di depan kita. Dia ada di belakang kita. Dia ada di bawah kita. Dia ada di atas kita. Dia ada di kanan kita. Dia ada di kiri kita. Dia ada di mana‐mana...”

“Hah, jangan kau pikir aku tolol!”

“Memang kau tolol!”

“Oke, aku percaya. Jadi apa cara lainmu itu agar aku bisa bertemu Tuhan?”

“Mana aku tahu?”

“Jadi kau membohongi aku?”

“Aku menyelamatkanmu, tolol! Aku kan sudah bilang kau tak akan bisa bertemu Tuhan kalau kau mati bunuh diri. Kau tak perlu buru‐buru, Tuhan sudah punya jadwal kapan akan menemuimu. Ia sudah menentukan itu.”

“Jadi maksudmu, aku harus bersabar?”

“Bukan cuma bersabar, kau harus beriman. Kau harus beribadah. Terutama shalat...”

“Tapi aku tidak yakin, Kawan...”

“Kenapa? Kau meragukan Tuhan?”

”Aku cuma tahu gerakan shalat. Aku tidak tahu bacaan shalat. Kamu tahu, aku seperti sedang senam. Mana mungkin dengan hanya senam doaku dikabulkan?”

“Ya, belajarlah. Tuhan suka orang yang mau belajar. Jangan lupa kau berdoa.”

“Aku juga tidak yakin, Kawan...”

“Kenapa?”

“Aku tidak bisa bahasa Arab...”

“Kau pikir Tuhan orang Arab?”

“Tapi bagaimana kalau sampai lusa ia tidak datang? Bagaimana kalau doaku tak dikabulkan? Apa jadinya aku, Kawan?”

“Lusa? Memangnya kau minta apa sama Tuhan?”

“Aku terancam tidak naik kelas empat, Kawan. Aku ingin Tuhan menambahkan sedikit garis di angka empat di raporku agar berubah jadi sembilan.”“TOLOL!!!”


»»  READMORE...
READ MORE - Menemui TUHAN

Siapakah Anda?



Siapa Anda?

“Anda siapa?”, tanya Guru kepada seorang tamu yang hendak meminta petunjuk beliau.

“Saya Basri”, jawabnya.
“Saya tidak menanyakan nama Anda”
“Oh ...saya seorang penulis tetap di sebuah harian dan sejumlah tabloid Ibukota”
“Saya tidak menanyakan apa profesi Anda. Tapi siapa Anda?”
“Oh ya ...saya lupa memperkenalkan diri kalau saya orang Sumatra, lahir dari ibu Padang dan ayah Batak Pak ...”
“Saya tidak menanyakan dari etnis mana Anda.

Sekali lagi, yang saya tanyakan: Siapa Anda?”, seraya menunjuk si penulis. “? ? ?” [‘Mesti jawab apa ya?’ Begitu pikir si penulis itu]







inilah pertanyaan spiritual terpenting, yang tentu tak bisa --dan meemng tak perlu-- dijawab secara intelek.

»»  READMORE...
READ MORE - Siapakah Anda?

Memperbaiki Diri Sendiri








Sibuklah untuk memperbaiki dirimu dan kebaikanmu. Tinggalkan bicara ini dan itu, tinggalkan kerumitan duniawi, maka anda akan lepas dari problemamu menurut kemampuanmu.

Waspadalah! Anda bisa mengambil pejaran dari kehidupan manusia terdahulu seputar dunia ini. Karenanya, bersihkan hatimu dari dunia, maka anda bisa melepaskan segala hal selain Allah Azza wa-Jalla dari jiwamu. Bila selain Dia Azza wa-Jalla masih mengikuti nafsu, maka tundukkan nafsumu, pada saat itulah anda melihat Tuhanmu Azza wa-Jalla. Pasrahkan semua kepadaNya, maka anda selamat. Mujahadahlah menuju DiriNya, maka anda meraih hidayah. Syukurlah padaNya, Dia akan menambah nikmatNya padamu, serahkan dirimu dan makhluk lain padaNya. Jangan sampai anda kontra padaNya dalam dirimu, juga jangan kontra pada selainmu.

Kaum Sufi tidak akan pernah berhasrat, ketika bersama Allah Azza wa-Jalla, dan tidak punya pilihan ketika bersama pilihanNya. Jangan sampai mereka berambisi mencari atau berebut bagian dariNya, begitu pula tidak mencari nikmat yang diberikan pada orang lain. Bila anda ingin bergabung dengan kaum sufi dunia dan akhirat, maka berserasilah dengan firmanNya, tindakan dan kehendakNya.

Saya melihat anda malah berbalik, dan berbuah kontra dan berbeda denganNya, malam dan siang. Ketika Allah Azza wa-Jalla berkata, “Kerjakan!” dan anda malah tidak mengerjakan. Seakan akan malah Allah Azza wa-Jalla jadi hamba dan anda menjadi yang dihamba.

Maha Suci Dia Azza wa-Jalla yang penuh dengan welas asihNya. Seandainya bukan karena rasa asihNya, pasti aku melihat semuanya yang kontra dalam dirimu. Bila anda ingin bahagia, diamlah di hadapanNya. Diam lahir dan batin pun sungguh merupakan su’ul adab bagiku, bahwa Dia menyilakannya karena sebagai bentuk keringanan belaka.

Karena itu lakukanlah perintahNya dan jauhi laranganNya, berserasilah dengan takdirNya, diamlah lahir dan batinmu di hadapanNya, maka anda akan melihat kebajikan dunia dan akhirat. Jangan minta pada makhluk, karena makhluk itu sangat lemah, sangat butuh, tidak memiliki apa pun, apalagi untuk lainnya, baik itu bahaya maupun manfaat.

Bersabarlah bersama Allah Azza wa-Jalla, jangan tergesa-gesa, dan jangan pula bakhil padaNya, jangan pula mencurigaiNya. Itu akan lebih bagus bagimu, darimu, untukmu. Maka sebagian sufi mengatakan, “Hai! Hati-hati padaku dan dariku! Kalian berserasi saja dengan Allah Azza wa-Jalla, karena Dialah Yang Maha Tahu pada kalian, bersama kalian. Karena tridak semua yang baik menurutmu, itu direkomendasi olehNya. Allah Azza wa-Jalla berfirman:

“Siapa tahu bila kalian tidak suka terhadap sesuatu, padahal itu lebih baik bagi kalian. Dan siapa tahu kalian mencintai sesuatu, sedangan hal itu lebih buruk bagi kalian. Allah Maha Tahu dan kalian tidak tahu.” (Al-Baqarah : 216)

]“Dan Allah menciptakan hal-hal yang kalian tidak tahu.” (An-Nahl :

“Dan kalian tidak diberi ilmu, kecuali hanya sedikit.” (Al-Isra’ : 85)

Siapa pun yang hendak menempuh Jalan Allah Azza wa-Jalla, hendaknya ia membersihkan dirinya sebelum ia suluk. Sebab nafsu selalu su’ul adab, karena ia terus mendorong untuk keburukan.

Hati-hati, anda sedang beramal di sisi Allah Azza wa-Jalla, lalau bagaimana anda berjalan menuju kepadaNya? Maka perangilah nafsumu, hingga ia tenang. Jika ia tenang maka ia akan mengikutimu menuju pintuNya. Jangan sampai berselaras dengan nafsu kecuali setelah anda membersihkannya, setelah mengajarinya, dan beradab yang bagus serta tenang pada janji Allah Azza wa-Jalla dan ancamanNya.

Nafsu itu buta, pekak, bisu, kotor dan lumpuh serta bodoh terhadap Tuhannya Azza wa-Jalla. Dan itu butuh kendali, butuh pembimbing dan waktu yang panjang, waktu demi waktu, hari demi hari, bahkan tahun demi tahun. Maka, beranikan dirimu dan jangan takut dengan pedang nafsu, tajamnya mata pedangnya dari besi yang keras kasar.

Nafsu hanya bicara tak pernah bertindak, dusta tanpa kejujuran, janji tanpa menepati. Tak ada cinta, dan ia mengembara tanpa negeri. Iblis adalah pemimpinnya. Dan nafsu tidak memiliki kekuatan untuk memusuhi dan kontra di hadapan orang beriman yang benar-benar dekat pada Allah Azza wa-Jalla.

Bagaimana mungkin? Karenanya jangan menduga bila Iblis masuk syurga dan mampu mengeluarkan Adam as, dari syurga itu semata karena kekuatannya. Namun karena Allah Azza wa-Jalla memberikan kekuatan, dan menjadikannya sebagai sebab belaka, bukan sebagai asal akarnya.

Hai orang yang akalnya picik, jangan sampai kalian lari dari pintu Allah Azza wa-Jalla, hanya karena cobaan yang menimpamu. Karena Dia lebih Tahu apa yang baik bagimu. Allah tidak memberikan cobaan padamu melainkan demi faedah dan guna. Bila Allah memberikan cobaan padamu, maka refleksikan dirimu akan dosa-dosamu, perbanyak istighfar, taubat, dan memohon kesabaran dan kekokohan. Tetaplah di hadapanNya, dan bergelayutlah pada belas kasihNya, dan mohonlah agar diberi jalan keluar dari cobaan itu, serta penjelasan arah kebajikan di dalamnya.

Demikianlah penjelasan singkat mengenai pentingnya introspeksi diri sebagai landasan kita untuk berubah menjadi lebih baik di kemudian hari.amin..
»»  READMORE...
READ MORE - Memperbaiki Diri Sendiri

Tuesday, September 21, 2010

Kidung Rumeksa Ing Wengi,


RUMEKSO ING WENGI, warisan Sunan Kalijaga


Ana kidung rumeksa ing wengi Teguh hayu luputa ing lara Luputa bilahi kabèh Jim sètan datan purun Paneluhan tan ana wani Miwah panggawè ala Gunaning wong luput Geni atemahan tirta Maling adoh tan ana ngarah ing mami Guna duduk pan sirna

Sakèhing lara pan samya bali Sakèh ngama pan sami miruda Welas asih panduluné Sakèhing braja luput Kadi kapuk tibaning wesi Sakèhing wisa tawa Sato galak tutut Kayu aèng lemah sangar Songing landhak guwaning Wong lemah miring Myang pakiponing merak

Pagupakaning warak sakalir Nadyan arca myang segara asat Temahan rahayu kabeh Apan sarira ayu Ingideran kang widadari Rineksa malaekat Lan sagung pra rasul Pinayungan ing Hyang Suksma Ati Adam utekku baginda Esis Pangucapku ya Musa

Napasku nabi Ngisa linuwih Nabi Yakup pamirsaningwang Dawud suwaraku mangkè Nabi Brahim nyawaku Nabi Sleman kasektèn mami Nabi Yusup rupèng wang Édris ing rambutku Bagindha Ngali kuliting wang Abubakar getih daging Ngumar Singgih Balung bagindha Ngusman

Sungsumingsun Patimah linuwih Siti Aminah bayuning angga Ayup ing ususku mangkè Nabi Nuh ing jejantung Nabi Yunus ing otot mami Nètraku ya Muhamad Pamuluku Rasul Pinayungan Adam Kawa Sampun pepak sakathahè para nabi Dadya sarira tunggal

-----------------------------

Ada kidung rumeksa ing wengi Yang menjadikan kuat selamat dari semua penyakit Terbebas dari segala petaka Jin dan setan pun tidaj mau Segala jenis sihir tidak berani Apalagi perbuatan jahat Guna-guna tersingkir Api menjadi air Pencuri pun menjauh dariku Segala bahaya akan lenyap

Semua penyakit pulang ke tempat asalnya Semua hama menyingkir dengan pandangan kasih Semua senjata tidak mengena, bagaikan kapuk jatuh di besi Segenap racun menjadi tawar Binatang buas menjadi jinak Pohon ajaib, tanah angker, lubang landak, gua orang, tanah miring dan sarang merak

Kandangnya semua badak Meski batu dan laut mengering Pada akhirnya semua selamat Sebab badannya selamat Dikelilingi oleh bidadari Yang dijaga oleh malaikat Dan semua rasul Dalam lindungan Tuhan Hatiku Adam dan otakku Nabi Sis Ucapanku ialah Nabi Musa

Napasku Nabi Isa yang amat mulia Nabi Ya’kub pendengaranku Nanti Nabi Daud menjadi suaraku Nabi Ibrahim menjadi nyawaku Nabi Sulaiman menjadi kesaktianku Nabi Yusuf menjadi rupaku Nabi Idris pada rambutku Ali sebagai kulitku Abu Bakar darahku Dan Umar dagingku Sedangkan Usman sebagai tulangku

Sumsumku adalah Fatimah yang amat mulia Siti Aminah sebagai kekuatan badanku Nanti Nabi Ayub ada di dalam ususku Nabi Nuh di dalam jantungku Nabi Yunus di dalam ototku Mataku ialah Nabi Muhammad Air mukaku rasul dalam lindungan Adam dan Hawa Maka lengkaplah semua rasul Yang menjadi satu badan.


oleh SUNAN kALIJAGA.

»»  READMORE...
READ MORE - Kidung Rumeksa Ing Wengi,

Monday, September 20, 2010

Tuhan itu agamanya apa ya..




Anisa adalah salah seorang gadis cilik yang rajin mengikuti Sekolah jum`at. Diantar oleh ayah atau ibunya, ia nyaris tak pernah absen dan penuh minat mengikuti apa yang diajarkan oleh Bu Guru Siti.

Suatu sore, dalam perjalanan ke Sekolah -nya, ia bertanya kepada ayahnya: “Yah ....Tuhan itu agamanya apa sih?”

Mungkin, laksana disengat seratus tawon secara serentak, sang ayah terkejut dan termangu. Ia tak tahu mesti menjawab apa. Ia berniat mengalihkan perhatian putri tercintanya itu pada ulang-tahunnya yang ketiga besok. Untung Anisa segera menggumam: “Ah .... Anis tanyain ke Bu Siti aja ...”.

Dan benar saja; setelah berbagai dongeng keagamaan —seperti yang dipaparkan di dalam kitab— disampaikan oleh Bu Guru Siti, dan tiba saatnya tanya-jawab dan diskusi, Anisa langsung mengangkat tangannya dan berkata: “Bu ....Tuhan agamanya apa sih?”

Teman-temannya yang lainpun mulai saling toleh satu-sama-lain seraya menggumam: “Iya ....apa ya??”

Tidak dilanjutkan oleh si pengisah apa jawab Bu Siti. Yang jelas, setelah sekian tahun lamanya ia mengajar di Sekolah itu, belum pernah ada anak yang menanyakan ini.

Nah ....jika Anda adalah Guru dari gadis cilik yang cerdas ini, apa kira-kira jawaban Anda?








Menurut saya, Tuhan itu tdk punya agama. Karena justru Dia lah yang empunya semua agama. Sebab semua agama itu bersumber dari Nya yaitu kebaikan, kasihsayang, kesederhanaan, dsb.

Kalau saja kita sadari dan akui bahwasanya:
1. 'agama' itu adalah ciptaan manusia,
2. kita, umat manusia, selalu mengonsepsikan segala sesuatunya --termasuk Tuhan :)

Hanya berdasarkan kedua fakta itu saja, kita seharusnya sadar kalau, apapun anggapan kita ttg-Nya se-mata2 hanya anggapan kita saja.


»»  READMORE...
READ MORE - Tuhan itu agamanya apa ya..

Nyanyian Seorang Pencari Kesejatian.

ough...........

Ijinkan aku merenda rajutan lusuh pikiranku yang semakin pikun.....

Yang telah mengenal Yang Serba Maha dari segala-galanya..

karena mereka sudah mengenaliNya lewat pencelupan yang totalitas,

Hingga bisa nyanyikan kidung bernada merdu...??

Anda adalah Jiwaku, Oh... Yang Maha Suci dari segala kesucian

Kepintaranku adalah istriMu.

Nafas ini adalah pembantuMu.

Badan ini adalah kediamanMu.

Setiap sensasi yang aku terima lewat panca indra ini,

Adalah persembahan untuk memujaMu.

Membuka mataku adalah membakar lilin di hadapanMu.

Mendengarkan suara dengan sebelah telingaku adalah membunyikan bel di hadapanMU.

Tidurku adalah meditasimu yang kekal abadi.

Setiap langkahku adalah prosesi mengelilingi kekuasaanMu.

Setiap patah kata yang saya ucapkan adalah lagu pujian untukMU.

Setiap tindakanku adalah persembahan terindah untukMu....

ough..Wahai ...Yang Maha Suci dari segala kesucian abadi

Semoga Kalimatku untukMu tidak terpisahkan dari hidupku yang singkat ini,

Sebab setiap nafasku merupakan pengulangan pikiranMu Yang Maha,

Sadarkanlah aku....

bahwa setiap sensasi berasal dari sumber yang satu itu....adalah yang bersumber kepadaMU,

Jadikan aku kekasihMu

Oh....Yang Maha Suci,

Agar aku mampu selalu bersua denganMu,

Agar aku mengenalMu lebih pasti,

Lewat pencelupan totalitas yang telah Engkau ajarkan padaku.....



»»  READMORE...
READ MORE - Nyanyian Seorang Pencari Kesejatian.

Sunday, September 19, 2010

Yang mana Tuhan



suatu hari seseorang berkata "le ghusthi kuwi ora adoh..cedhak tanpo magepok an ahoh tanpo wangenan" (Tuhan itu tidak jauh bahkan dekat sekali) Gusthi kuwi manggone ono ing telenging atimu..cobo rasakno...jak o rembugan..... ya..Tuhan menurut beliau berada di dalam lubuk hati yang terdalam yang selalu memberikan pitutur akan kebenaran yang sejati, nurani yang selalu berontak apabila kita melakukan tindakan kebodohan bahkan kejahatan...untuk berada dalam limputan kasihnya manusia mesti kembali ke hati, mbangun kedhuwung tafakur melimbang segala pakarti, hingga dalam keheningan dan suasana lerem Gusthi akan pangandikan mana yang baik dan mana yang tidak...dan terus terasah tiap harinya hingga segala laku menjadikan karakter yang kuat untuk nenjalankan tugas sebagai ciptaan di dunia yang selalu memayu hayuning bawono..

dilain hari saya bertemu pinisepuh lain, beliau ngendikan "Nakmas Ghusthi kuwi tan kena kinoyongopo ujud lan arane" anane ono ing alam kaswargan, alam karahayon... gusthi tansah nglelimputi ing samubarang kang cinipta" Tuhan adalah yang maha tidak dapat dilukiskan yang bertahta di alam kesempurnaan, yang melingkupi seluruh ciptaan..untuk menggapainya dibutuhkan suasana hening angen-angen yang mewakili badan kasar dan hening fikir yang mewakili sang jiwa hingga sang Budhi berkenan membungkus kesatuan angen angen lan pikir untuk membimbing ke jalan karahayon...minimal mampu terbawa di halaman depan alam kesempurnaan...hanya untuk merasakan kemaha an Tuhan. dan terus diasah untuk membentuk kemurnian karakter manusia seutuhnya...semakin baik setiap harinya, dalam segala laku dikeluarga, masyarakat, bangsa dan semesta.

suatu saat ada juga yang ngendikan le nderek gusthi kuwi abot sanggane, wani rekasa wani nelangsa, kanggo nucekake lakuning urip kang wus gelar ginelar tan kena ka petung...(ikut Tuhan itu berat bawaannya, berani sengsara untuk memurnikan perjalanan sang suksma yang terus dimurnikan pada tiap tahapan kehidupan...) dengan berani sengsara, hidup mengekang hawa nafsu diharapkan rasa pasrah pada tuhan akan membimbing menuju kesempurnaan hidup dan karakter disetiap aspek kehidupan...

suatu saat ada juga yang berkata Tuhan itu Maha pengasih Lagi penyayang, Tuhan menterbitkan mentari buat orang baik dan orang jahat tanpa membedakan warnaya..Tuhan menurunkan hujan pada orang suci dan juga pada para penjahat..Kearifan Tuhan yang menjadikan semuanya ini ada dimuka bumi sesuai dengan perannya masing-masing, pencuri ada untuk ditangkap polisi, polisi ada untuk menangkap pencuri..penjual ada untuk melayani pembeli, dst...dst.. intinya jadilah dirimu sendiri, kenalilah Tuhanmu sendiri dengan peran yang diberikan kepadamu secara sempurna...karena Tuhan lebih menghargai karaktrer yang kuat daripada kepura puraan. jikalau engkau menemui tuhan yang biasa menghukum, membikin sengsara dan kerusakan...itu tuhan Palsu (imitasi, ato mungkin tuhan KW 1)

dalam cerita ada juga kisah, Ketika ada tamu kepingin ketemu Syech Siti Jenar maka sang tamu mengetok pintu rumah SST dan berkata: Saya mau ketemu SST.
Jawab SST: SST nggak ada, yang ada Auwlloh.
Kata sang tamu: Saya mau ketemu Auwlloh.
Jawab SST: Auwlloh nggak ada, yang ...ada SST.
Kata sang tamu: Kalau begitu sama mau ketemu dua-duanya Auwlloh dan Syech Siti Jenar.

Setelah berkata demikian maka SST membukakan pintu dan mempersilahkan sang tamu masuk kedalam rumahnya.

Tuhan itu maha sempurna selalu memberi jika kita meminta...maka Jadilah Dirimu Sendiri apa adanya kuatkan karakter sejatimu jadilah seperti adanya kamu, kenali Tuhanmu tanpa pengaruh tata nilai apapun, baik itu piwulang, agama. atau pegangan apapun... dan dengarkan Dia maunya apa...

sementara Diluaran sana banyak orang yang menjual Ticket Surga...kalau ikut ini masuk surga...kalau bertindak gini neraka! kalau menjalankan ini dapat pahala, kalau menjalankan yang begitu dapat kutukan... seoalah mereka mampu menjangkau segalanya...he..he..he..

...cobalah renungkan CERITA ORANG-ORANG BUTA YANG DISURUH MENGENALI GAJAH..ADA YANG MEMEGANG EKOR..ADA YANG MEMEGANG TELINGA..ADA YANG MEMEGANG BELALAI..ADA YANG MEMEGANG KAKI...DAN MEREKA PUN MENDESKRIPSIKAN GAJAH BERDASARKAN PENGALAMAN MEREKA MASING-MASING..DAN SANG GAJAH YA TETAP GAJAH YANG BENTUKNYA DEMIKIAN ITU...

suatu saat ketika membalik balik buku kitab asal manusia...Terkesan Tuhan begitu Agung...Maha tak Terjangkau...

Jadi silahkan dipilih Tuhan yang mana? yang imitasi KW atau yang lain...

ada juga orang yang memberi pitutur...cari Tuhanmu Dia itu ada...namun yang ada menurutmu sesungguhnya itu bukan Dia...(pencarian yang tiada akhir)

Selamat memilih.

»»  READMORE...
READ MORE - Yang mana Tuhan

Beranikah Anda benar-benar telanjang?



Sesuatu yang ‘spesial’ bagi kita umumnya tampak menarik, membangkitkan selera dan rasa kagum. Apa yang spesial bagi Anda? Anda tahu itu bukan? Kitapun tahu kalau, apa yang spesial bagi kita, belum tentu spesial juga bagi orang lain. Ini erat kaitannya dengan pengalaman, ingatan, dan tentunya selera masing-masing. Sesuatu yang spesial bagi saya boleh jadi harus buatan luar-negri, berharga mahal, sangat langka dimana hanya beberapa orang saja yang memilikinya di dunia ini; akan tetapi bagi Anda boleh jadi itu malah tidak spesial sama-sekali.

‘Memahami diri sendiri’ mungkin sesuatu yang tidak spesial, atau bahkan remeh bagi Anda atau banyak orang, karena Anda telah merasa memahami diri Anda. Tapi tunggu dulu; benarkah Anda memahami diri Anda? Benarkah? Atau malah jangan-jangan apa yang Anda sangka sebagai diri kalian itu hanyalah ‘apa yang dikatakan orang tentang Anda’ dimana itu kalian rasakan sebagai menyenangkan, sesuai dengan apa yang kalian harapkan, cita-citakan, sehingga Anda menerimanya dengan senang-hati. Tidakkah begitu? Periksalah kawan!

Anda adalah sesosok pribadi yang sangat spesifik, unik, sangat spesial, tiada duanya. Bahkan kembaran Andapun tidak persis sama dengan Anda. Makanya, bukankah sesuatu yang amat sangat menarik untuk memahami diri Anda sendiri? Anehkah kalau saya malah merasa heran kalau Anda tidak melihat bahwasanya memahami diri sendiri adalah sesuatu yang amat sangat spesial?

Agaknya sudah berkali-kali disampaikan sebelumnya kalau, guna memahami diri sendiri kita mesti menyelam jauh ke dalam si diri, ke dalam —apa yang selama ini kita sangka sebagai— diri kita ini. Dan itu, juga bisa berarti ‘penelanjangan-diri’ sepenuhnya. Kita telanjang kalau hendak mandi, hendak membersihkan tubuh ini dari semua kekotoran-kekotorannya. Demikian juga halnya bila kita hendak ‘membersihkan-diri’, ‘memurnikan-diri’ kita. Kita mesti melucutinya dari semua atribut, semua polesan, semua embel-embel yang dikenakannya selama ini —baik yang menyenangkan pun tak menyenangkan.

Beranikah Anda benar-benar telanjang?

»»  READMORE...
READ MORE - Beranikah Anda benar-benar telanjang?

Andaikan Anda Jadi Yang Maha Kuasa







Apakah Anda pernah ingin merasakan nikmatnya tatkala segala keinginan bisa terpenuhi begitu saja secara ajaib karena Anda menjadi maha kuasa? Saya pernah, waktu kecil. Kini saya bayangkan kembali seandainya Tuhan memberi berkah keajaiban itu hari ini pada saya. Maka hal prtama yg saya inginkan adalh punya uang bertrilyun2, biar prnah kaya. Lalu tnpa disangka, begitu selesai berpikir, tiba2 kamar saya seluas 3x3 meter persegi dipenuhi uang trilyunan, tak terhitung lagi. Wah, utk apa ya uang itu? Akhirnya saya putuskan utk prtama akan beli Mercy. Eeeh, tahu2 sdh ada Mercy di garasi. Wah, asyik juga. Saya ingin pergi ke Denpasar dgn Mercy itu. Astaga, tahu2 saya sdh di Dnpasar tnpa perlu naik Mercy. Wah, rugi deh pnya Mercy. Di Denpasar saya bingung mau ngapain, krn tidak siap tiba2 sdh ada disana. Akhirnya saya putuskan masuk ke KFC utk beli paket ayam goreng, krn kebetulan lagi lapar. Astaga, lagi2 terjadi keajaiban. Perut saya tiba2 sdg kenyang dan saya merasa lambung saya sdh terisi paket ayam goreng itu. Lidah saya masih merasakan pedas sambalnya. Tdk perlu ngantre beli KFC, tdk prlu mengunyah, sdh kenyang. Tak ada kerjaan, saya lanjut ke toko buku utk melihat2 buku yg ingn saya baca dan ketahui isinya. Tapi masalahnya, tepat ketika menyukai sebuah buku, ternyata isi buku itu tiba2 saja sdh saya ketahui. Setiap mlhat judul buku, sy sdh tahu sgala isinya tnpa perlu membacanya lagi. Wah, percuma juga kalau mesti dibeli, toh isinya sdh saya ketahui semua tnp perlu mmbaca, tinggal dipikirkan saja. Akhirnya saya putuskan utk pulang saja krn tdk ada hal lagi yg prlu dilakukan di Dnpasar. Dan tntu saja tiba2 sdh ada di rumah. Karena capek, sy rebahan utk mencoba tidur agar saat bangun tubuh dan pikiran menjadi segar kembali. Eeeh, lagi2 trjadi masalah, tnpa perlu tidur, tubuh dan pikiran saya sudah menjadi segar begitu saja. Saya mulai panik dgn segala kemudahan ini. Saya ingin menghibur diri dgn pergi ke Cinema 21. Tentu saja, sprti biasa saya tahu2 sdh disana, bhkan sdh duduk di dalam gedung. Krn tdk tahu film apa yg akan diputar, saya tanya ke penonton lain yg tentu saja heran melihat saya ada disana tp tdk tahu mau nonton apa. Anehnya, ktk diberitahu judul filmnya, saya tiba2 sdh tahu segala hal ttg film itu, lengkap dgn proses pembuatannya. Pokoknya saya tahu segala hal, begitu saya memikirkannya, krn saya jd maha kuasa. Saya putuskan untuk pulang sj krn sia2 menonton film yg ceritanya sdh sy ketahui sprti sdh ribuan kali menontonnya. Sampai di rmh dlm tempo singkat, saya bingung mau ngapain. Begitu saya punya keinginan, hal itu sdh terjadi. Saya malah takut punya keinginan, krn begitu selesai aja dipikirkan, itu sdh terkabulkan. Saking jengkelnya, sy putuskan utk ke pantai aja menenangkan diri, eeeh, tiba2 pikiran saya sdh tenang lagi. Waduh, mau ngapain lagi. Makin jengkel jadinya, saya pergi ke kamar adik untuk curhat. Teryata dia kbetulan masih ngorok dikamarnya sedari tadi. Saya mencoba membangunkannya tp tidurnya terlalu lelap. "Dik, ayo bangun, kakak mau curhat ni, jangan tidur aja. Ngorok lagi, kayak babi aja!" Ups, tiba2 adik saya berubah menjadi babi. Saya makin dibuat gelisah. Sambil merenung memikirkan apa yg harus dilakukan dgn kekuatan itu, tiba2 seekor cecak jatuh tepat di muka saya, dan saya berteriak keras2 " Mati aku!". (Anda tahu apa yg tejadi pada saya akhirnya).

*[Pesan cerita; meraih segala keinginan dgn sangat mudah karena kita maha kuasa, ternyata tdk terlalu menyenangkan juga. Kita mgkin bahkan mjdi takut memiliki keinginan. Sebab, salah sedikit memikirkan keinginan, itu pun trjadi. Menjadi manusia biasa sprti sekarang ternyata menyenangkan juga. Mgkin itulah membuat kehidupan ini menjadi nikmat, karena selalu ada proses yg harus dilewati untuk meraih keinginan itu. Ada usaha yng mesti dilewati dgn berbagai tantangan dan suka dukanya untuk meraih apa yg diinginkan, sehingga terasa ada kepuasan dan kebahagiaan saat harapan itu teraih dgn sukses. Jika Anda mengalami sprti yg saya bayangkan itu, apakah Anda masih ingin menjadi Maha Kuasa dngan segala keinginan Anda terpenuhi begitu saja, saudaraku?]

itulah indahnya hidup ini dgn segala suka dukanya ya ... Sprti melintasi sebuah perjalanan yg dipenuhi berbagai warna2 pemandangan...
»»  READMORE...
READ MORE - Andaikan Anda Jadi Yang Maha Kuasa

KITA DAN TUHAN


Salah satu fakta yang luar biasa menggetarkan, adalah bahwa Tuhan telah menempatkan kita sebagai khalifah-Nya, dengan kuasa dan kebebasan untuk memilih. Melalui pilihan kita, terciptalah segenap peristiwa dan benda. Ketika kita memilih untuk memadukan air dan tanah liat, terciptalah gerabah. Ketika kita memilih untuk menebar kasih sayang dan toleransi, terciptalah perdamaian dunia. Ketika kita memilih untuk mendisplinkan mental dan melakukan hanya tindakan yang terbaik, maka kita tengah mencipta masa depan yang gemilang.

Setiap detik, terjadi proses penciptaan. Kita selalu menjadi bagian dari proses penciptaan itu. Kita menjadi satu pihak, dan Tuhan menjadi pihak lainnya. Ya, Dia telah melimpahkan keistimewaan kepada kita untuk menjadi mitra-Nya.

Sayangnya, banyak di antara kita yang keliru dalam menempatkan posisi. Sebagian menempatkan dirinya sebagai pencipta tunggal dalam setiap kelahiran setiap karya dan perwujudan satu keadaan. Sementara lainnya memandang dirinya sama sekali tak punya tempat dalam proses penciptaan itu; sama dengan seonggok batu yang tak punya kuasa untuk memilih masa depan dan menciptakan keadaan dirinya sendiri.
Keyakinan yang pertama, menempatkan seseorang dalam kesombongan. Dia merasa Tuhan telah selesai bertugas; sekarang alam semesta adalah panggung bagi dirinya semata. Akhir kehidupan dari sosok seperti ini, adalah kenestapaan sebagaimana sosok Firaun. Sementara keyakinan yang kedua, menempatkan seseorang dalam keadaan tanpa daya. Orang semacam itu sama dengan telah membunuh dirinya sendiri; menjadikan dirinya sendiri sebagai benda mati.

Saya percaya Anda tak akan memilih dua posisi itu, melainkan posisi sebagai mitra Tuhan dalam penciptaan. Dalam posisi ini, kita menciptakan sebagian, Tuhan menyelesaikan sisanya. Dalam mencipta sebuah gerabah misalnya, kita berperan mencampurkan air dengan tanah liat dan membentuknya. Sementara kuasa Tuhanlah yang membuat tanah liat bisa dilunakkan oleh air, kemudian adonan tanah liat dan air itu bisa dimatangkan oleh api dan dikeringkan sinar matahari. Begitulah, ketika kita bekerja, Tuhanpun bekerja.

Sungguh indah, jika kesadaran bahwa kita terus bekerjasama dengan Tuhan menciptakan setiap hal, termasuk mewujudkan impian masa depan, tumbuh dan mengakar di dalam diri kita. Itulah yang akan menjadikan diri kita sebagai pribadi fenomenal, dengan karya dan persembahan istimewa di muka bumi.

»»  READMORE...
READ MORE - KITA DAN TUHAN

TENTANG TUJUAN BERAGAMA





Jika kita renungkan, agama tampaknya merupakan fenomena paling membingungkan dalam kehidupan umat manusia. Dengan spirit agama, umat manusia bisa melambung ke puncak kemanusiaannya dengan mengkekspresikan segenap kemuliaan, cinta kasih, pengorbanan, dan berbagai sikap lain yang sangat mengesankan. Namun, pada saat yang sama, agama acapkali menjadi sumber keributan paling spektakuler di muka bumi: atas nama agama orang bisa berperang bahkan saling menghancurkan.

Mengapa bisa demikian? Kita bisa menjawabnya dengan merenungkan makna agama bagi kehidupan kita sendiri. Jika kita menjadikan agama sebagai identitas kelompok, atau sebagai dasar afiliasi politik, atau sebagai topeng kekuasaan, maka perilaku kita akan cenderung agresif, ofensif. Kita menjadikan agama sebagai wasilah untuk memenuhi hasrat-hasrat jiwa rendah atau hawa nafsu kita. Maka, banyak orang kemudian justru menjadi tak nyaman oleh agama kita. Alih-alih menjadi rahmat bagi semesta alam, kita sebagai manusia beragama justru menjadi laknat bagi semesta alam.

Namun, ketika kita menjadikan agama sebagai sumber inspirasi untuk selalu berpegang teguh terhadap hati nurani ataupun rahsa sejati (sebuah istilah Kejawen yang menyimbolkan Kuasa Ilahi di dalam diri kita), maka sikap kita akan menjadi reflektif. Hati menjadi lembut, karena agama kita tempatkan ibarat setetes embun yang membasahi jiwa. Agama yang demikian, menjadi cahaya yang menerangi jiwa, sehingga pikiran, sikap, hati kita, menjadi lapang. Maka, orang-orang di sekeliling kitapun menjadi nyaman...kita bertransformasi menjadi rahmat bagi semesta alam.

Sejatinya...menengok ajaran-ajaran dasar agama..semestinya agama memang menjadi pemandu kita menaiki ketinggian ruhani..menyelami hakikat kebenaran yang bersembunyi di kedalaman samudera hati kita...dan mengantarkan kita untuk merapat dengan Sangkan Paraning Dumadi..yaitu Hyang Tunggal, Gusti Allah Ingkang Murbeng Dumadi. Ingatlah kembali sabda Nabi Muhammad..Inna buitstu liutammimu makarimal akhlak..Tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak! Ketinggian akhlak manusia terwujud ketika manusia mencapai taraf takholuk bi akhlaqilah..Berakhlak dengan akhlak Tuhan. Agama adalah medium agar kita perlahan-lahan bisa menyerap sifat-sifat Ilahi, sehingga kita menjadi Insan Mulia..yang pikirannya, perasaannya, sikapnya, hasratnya, dan tindakannya, mencerminkan Dia Yang Maha Sempurna.

Dalam konsep pengajaran Tauhid Syeikh Siti Jenar, dinyatakan bahwa sesungguhnya Sifat 20 bagi Allah, juga merupakan sifat bagi kaum mukmin sejati. Mempelajari Tauhid artinya mengupayakan agar kita sadar akan Keberadaan Dzat Yang Tunggal dengan 20 sifatnya itu, mulai wujud, qidam, baqo, dan seterusnya..lalu menyerap sifat-sifat itu ke dalam diri kita. Sehingga kita menjadi sosok yang wujud..karena memang di dalam diri kita Ruh Ilahi yang abadilah bertahta setelah hawa nafsu tertaklukkan....Keberadaan kita menjadi sejati, tak lagi palsu...karena kita bisa keluar dari kungkungan raga yang sesungguhnya tak lebih dari bayang-bayang...Kita menjadi baqa..karena esensi diri kita yang abadi itulah yang menjadi gambaran diri sejati....Kita pun menjadi mandiri..karena sudah bisa memberdayakan qudrat dan iradat-Nya yang dititipkan ke dalam diri kita...dan seterusnya.

Segenap aturan dalam agama, yang kita sebut dengan syariat, sebetulnya adalah jalan agar Cahaya Tuhan memasuki diri kita sehingga kitapun sanggup berakhlak dengan akhlak-Nya, menjadi cermin kemuliaan-Nya. Segenap ritual, shalat, puasa, zakat, dan lainnya, tak lebih dari sekadar sebagai latihan agar sifat-sifat mulia melekat kepada diri kita. Ukuran kemuliaan diri pribadi kita, kita sadari justru terletak pada bagaimana kualitas keseharian kita menyangkut hubungan kita dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta. Jika kita selalu dalam keadaan eling lan waspada (senantiasa berdzikir kepada-Nya, dan selalu waspada kepada segenap keburukan hawa nafsu), lalu kitapun konsisten menebar welas asih kepada sesama, itu artinya kita adalah makhluk yang mulia.

Kita, dengan demikian, tak lagi memperebutkan kebenaran agama, apalagi berperang atas nama agama. Karena yang penting adalah apakah agama sudah menerangi hati kita..dan itu tak ada hubungannya dengan orang lain. Semuanya, sebetulnya tak lebih merupakan soal "peperangan" di dalam diri kita sendiri...apakah kita tunduk kepada hawa nafsu atau nurani.

Kalaupun mungkin suatu saat kita "berperang" dalam segala bentuknya di muka bumi..maka itu semata-mata untuk menegakkan keadilan, dan membela mereka yang tertindas..siapapun mereka...apapun agama mereka..apapun kebangsaan mereka.

Selamat merenungkan makna agama lebih dalam dan dalam lagi..
semoga pula pencerahan terlimpah kepada kita semua...................
»»  READMORE...
READ MORE - TENTANG TUJUAN BERAGAMA

‘Ingin Menjadi’ hanya melahirkan berbagai Konflik.






Anda akan menerima semua yang Anda butuhkan

tatkala Anda berhenti menginginkan yang tak Anda butuhkan.


‘Ingin menjadi’ —seperti juga semua keinginan— hanya menciptakan konflik, sementara, pada saat yang sama, juga menjauhkan Anda pada diri Anda sendiri. Pada dasarnya, semua keinginan adalah awal dari konflik internal. Manakala sebentuk keinginan terlintas di benak Anda, maka gejolakpun segera dimulai. Perasaan Anda mulai menggelora, pikiran Anda mulai bergejolak, ‘telaga batin’ Anda tidak tenang lagi.

Percikan keinginan juga bisa diibaratkan percikan api. Ia siap membakar apapun bila disirami bensin. Anda tidak bisa memadamkan api dengan menyiramnya dengan bensin. Bensin justru mesti dijauhkan dari percikan api, bilamana Anda tak hendak menerima resiko kebakaran bukan? Oleh karenanya, bilamana kita benar-benar mendambakan ketentraman dan kedamaian hati, maka kita haruslah siap untuk melepas berbagai keinginan.

Sejauh Anda tidak akan pernah bisa menjadi seseorang atau sesuatu ‘yang bukan Anda’, maka sangatlah tidak arif kalau masih terus-menerus ‘ingin menjadi’ ini dan itu, sementara terus-terusan mengeluh didera berbagai konflik yang berkepanjangan.

»»  READMORE...
READ MORE - ‘Ingin Menjadi’ hanya melahirkan berbagai Konflik.

..makrifat..



Makrifatullah sebagai pengenalan tertinggi kawulo/ hamba pada gusti telah dialami oleh para wali penyebar agama Islam di Nusantara. Mereka adalah suri tauladan pencapaian pendakian spiritual bagi kita, pencari jalan Ilahi.

Apa dan bagaimana makrifat dari para wali dan bagaimana wujud Tuhan yang sebenarnya?

Makrifat adalah sebuah situasi mental dan kondisi kejiwaan yang dialami oleh siapapun yang menginginkan adanya perjumpaan dengan Tuhan Semesta Alam.

Salah satu momen makrifat yang paling fenomenal dalam sejarah para nabi adalah apa yang dialami Nabi Musa As saat ekstase/ fana/jatuh tersungkur di bukit Sinai saat “menatap” wajah-Nya setelah gunung yang ada di depannya hancur karena tidak sanggup ditempati pancaran cahaya-NyaMakrifat bisa diraih dengan perjuangan dan laku yang berat.

Dalam khasanah tasawuf, kita akan diajari bagaimana laku yang berat tersebut harus dijalankan untuk menyingkirkan dan menerobos hijab menuju langit.

Hijab adalah tirai selubung penutup batin kita sehingga kita tidak mampu menggapai wujud-Nya.

Hijab di dalam perbendaharaan kaum sufi bisa dikategorikan menjadi sepuluh besar.

Hijab ini berasal dari empat unsur, yaitu unsur jiwa, dunia, hawa nafsu, dan setan:

Hijab ta’thil, yaitu meniadakan asma’ dan sifat Allah.

Hijab berupa kemusyrikan, yaitu manembah kepada selain Allah.

Hijab bid’ah qauliyah yang tidak ada pijakannya dalam agama.

Hijab bid’ah ‘amaliah atau perbuatan yang menyimpang dari kebenaran iman dan ikhsan

Hijab batiniyah: takabur, ujub, riya, hasad, bangga diri, sombong dan iri dengki dan lain-lain.

Hijab lahiriyah: Perbuatan Ibadah yang tidak diniatkan untuk berjumpa dengan-Nya.

Hijab dosa kecil. Melakukan perbuatan dosa-dosa kecil namun banyak.

Hijab mubah. Melakukan perbuatan mubah namun tidak dianggap sebagai sebuah dosa.

Hijab lalai dari misi penciptaan dan iradat Allah.

Hijab penempuh jalan spiritual yang bersusah-payah, tetapi namun tidak sampai tujuan. “Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-bena terhijab dari (melihat) Rabb mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka”(Al-Muthaffifin: 15-16)

Setelah semua hijab terbuka dan seseorang pejalan spiritual sudah sampai ke langit ketujuh di dalam diri sejatinya, maka seseorang akan kebingungan dan berada di alam “suwung”/ ora ono opo-opo. Semua pendamping kini telah meninggalkannya termasuk diri, malaikat dan para rasul. Dia kemudian dibimbing oleh Tuhan sendiri untuk berjumpa dengan Dzat-Nya.Apa yang terjadi sesudah kita bermakrifatullah? Tidak ada kata yang mampu menjelaskan situasi dan kondisi fana tersebut. Namun, kita bisa mendapatkan penjelasan dari para wali saat mengalami fana tersebut. Bagaimana wujud Allah SWT?

"Sunan Kalijaga: “Allah itu adalah seumpama memainkan wayang.

”Syekh Majagung: “Allah itu bukan disana atau disitu, tetapi ini.

”Syekh Maghribi: “Allah itu meliputi segala sesuatu.

”Syekh Bentong: “Allah itu itu bukan disana sini, ya inilah.

”Sunan Bonang: , “Allah itu tidak berwarna, tidak berupa, tidak berarah, tidak bertempat, tidak berbahasa, tidak bersuara, wajib adanya, mustahil tidak adanya.

”Sunan Kudus: “Jangan suka terlanjur bahasa menurut pendapat hamba adapun Allah itu tidak bersekutu dengan sesama.

”Sunan Giri: “Allah itu adalah jauhnya tanpa batas, dekatnya tanpa rabaan.

”Syekh Siti Jenar: “Allah itu adalah keadaanku. Sesungguhnya aku inilah haq Allah pun tiada wujud dua, nanti Allah sekarang Allah, tetap dzahir batin Allah

”Sunan Gunung Jati: “Allah itu adalah yang berwujud haq”

Dimana kekuatan manusia berhenti, disitulah pertolongan Allah mulai berperan.

Dialah yang mengajari kita,yang menguatkan kita, yang menjadi segalanya bagi kita, dan Dia sendirilah yang menuntun kita kepada Nya. Manusia yang percaya pada Sang Pencipta akan menghargai manusia dan semua ciptaan Nya.

Penjabaran yang diungkapkan Syekh Siti Jenar ini gamblang dan terbuka , efek dari manunggalnya kawula dan gusti , dan pencapaiannya , sehingga ungkapan aku ini haq allah, lahir batin allah secara harafiah meski kita belum merasakan kemanunggalan dengan gusti kita tetap manunggal , semua mahkluk sudah manunggal sadar atau tidak , memang terlihat banyak tapi satu kesatuan, dalam pencapaian batin dimana saat mencapai kekosongan, disana tiada apapun, tapi ada “aku” dan “hampa”, aku sejati ini bisa dikatakan yang “nanggep” sedangkan sifat dan perbuatan adalah ibarat “dalang” dan “wayang” kodrat iradatnya tetap dari satu sumber “yang nanggepin” apapun itu sehingga bagaimanapun secara sadar atau tidak ikhlas atau tidak, dalam pengakuan aku ( dlm tingkatan ego pribadi, identitas membumi ) ” ya aku ini allah ta ala kodrat iradat lahir batin, sampai kapanpun kemaren atau besok ya aku ini allah yang haq , itulah insan kamil berdiri secara mandiri menopang dirinya sendiri.

“Allah itu adalah Aku tapi aku bukan lah Allah”

»»  READMORE...
READ MORE - ..makrifat..

sejatining Ketuhanan




Ketuhanan:

1. Pangeran iku siji, ana ing ngendi papan langgeng, sing nganakake jagad iki saisine, dadi sesembahane wong sak alam kabeh, nganggo carane dhewe-dhewe. (Tuhan itu tunggal, ada di mana-mana, yang menciptakan jagad raya seisinya, disembah seluruh manusia sejagad dengan caranya masing-masing)

2. Pangeran iku ana ing ngendi papan, aneng siro uga ana pangeran, nanging aja siro wani ngaku pangeran. (Tuhan ada di mana saja, di dalam dirimu juga ada, namun kamu jangan berani mengaku sebagai Tuhan)

3. Pangeran iku adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan. (Tuhan itu berada jauh namun tidak ada jarak, dekat tidak bersentuhan)

4. Pangeran iku langgeng, tan kena kinaya ngapa, sangkan paraning dumadi. (Tuhan itu abadi dan tak bisa diperumpamakan, menjadi asal dan tujuan kehidupan)

5. Pangeran iku bisa mawujud, nanging wewujudan iku dudu Pangeran. (Tuhan itu bisa mewujud namun perwujudannya bukan Tuhan)

6. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, akarya alam saisine, kang katon lan kang ora kasat mata. (Tuhan berkuasa tanpa alat dan pembantu, mencipta alam dan seluruh isinya, yang tampak dan tidak tampak)

7. Pangeran iku ora mbedak-mbedakake kawulane. (Tuhan itu tidak membeda-bedakan (pilih kasih) kepada seluruh umat manusia)

8. Pangeran iku maha welas lan maha asih, hayuning bawana marga saka kanugrahaning Pangeran. (Tuhan Maha Belas-Kasih, bumi terpelihara berkat anugrah Tuhan)

9. Pangeran iku maha kuwasa, pepesthen saka karsaning Pangeran ora ana sing bisa murungake. (Tuhan itu Mahakuasa, takdir ditentukan atas kehendak Tuhan, tiada yang bisa membatalkan kehendak Tuhan)

10. Urip iku saka Pangeran, bali marang Pangeran. (Kehidupan berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan)

11. Pangeran iku ora sare. (Tuhan tidak pernah tidur)

12. Beda-beda pandumaning dumadi. (Tuhan membagi anugrah yang berbeda-beda)

13. Pasrah marang Pangeran iku ora ateges ora gelem nyambut gawe, nanging percaya yen Pangeran iku maha Kuwasa. Dene kasil orane apa kang kita tuju kuwi saka karsaning Pangeran. (Pasrah kepada Tuhan bukan berarti enggan bekerja, namun percaya bahwa Tuhan Menentukan)

14. Pangeran nitahake sira iku lantaran biyung ira, mulo kudu ngurmat biyung ira. (Tuhan mencipta manusia dengan media ibumu, oleh sebab itu hormatilah ibumu)

15. Sing bisa dadi utusaning Pangeran iku ora mung jalma manungsa wae. (Yang bisa menjadi utusan Tuhan bukan hanya manusia saja)

16. Purwa madya wasana. (zaman awal/ sunyaruri, zaman tengah/ mercapada, zaman akhir/ keabadian)

17. Owah gingsiring kahanan iku saka karsaning Pangeran kang murbeng jagad. (Berubahnya keadaan itu atas kehendak Tuhan yang mencipta alam)

18. Ora ana kasekten sing madhani pepesthen awit pepesthen iku wis ora ana sing bisa murungake. (Tak ada kesaktian yang menyamai takdir Tuhan, sebab takdir itu tidak ada yang bisa membatalkan)

19. Bener kang asale saka Pangeran iku lamun ora darbe sipat angkara murka lan seneng gawe sangsaraning liyan. (Bener yang menurut Tuhan itu bila tidak memiliki sifat angkara murka dan gemar membuat kesengsaraan orang lain)

20. Ing donya iki ana rong warna sing diarani bener, yakuwi bener mungguhing Pangeran lan bener saka kang lagi kuwasa. (Kebenaran di dunia ada dua macam, yakni benar menurut Tuhan dan benar menurut penguasa)

21. Bener saka kang lagi kuwasa iku uga ana rong warna, yakuwi kang cocok karo benering Pangeran lan kang ora cocok karo benering Pangeran. (Benar menurut penguasa juga memiliki dua macam jenis yakni cocok dengan kebenaran menurut Tuhan dan tidak cocok dengan kebenaran Tuhan)

22. Yen cocok karo benering Pangeran iku ateges bathara ngejawantah, nanging yen ora cocok karo benering Pangeran iku ateges titisaning brahala. (Kebenaran yang sesuai dengan kebenaran menurut Tuhan, itu berarti tuhan yang mewujud, namun bila tidak sesuai dengan kebenaran menurut Tuhan, berarti penjelmaan angkara)

23. Pangeran iku dudu dewa utawa manungsa, nanging sakabehing kang ana iki uga dewa lan manungsa asale saka Pangeran. (Tuhan itu bukan dewa atau manusia, namun segala yang ada (dewa dan manusia) adanya berasal dari Tuhan.

24. Ala lan becik iku gandengane, kabeh kuwi saka karsaning Pangeran. (Keburukan dan kebaikan merupakan satu kesatuan, semua itu sudah menjadi rumus/kehendak Tuhan)

25. Manungsa iku saka dating Pangeran mula uga darbe sipating Pangeran. (Manusia berasal dari zat Tuhan, maka manusia memiliki sifat- sifat Tuhan)

26. Pangeran iku ora ana sing Padha, mula aja nggambar-nggambarake wujuding Pangeran. (Tidak ada yang menyerupai Tuhan, maka janganlah melukiskan dan menggambarkan wujud tuhan)

27. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, mula saka kuwi aja darbe pangira yen manungsa iku bisa dadi wakiling Pangeran. (Tuhan berkuasa tanpa perlu pembantu, maka jangan menganggap manusia menjadi wakil Tuhan di bumi)

28. Pangeran iku kuwasa, dene manungsa iku bisa. (Tuhan itu Mahakuasa, sementara itu manusia hanyalah bisa)

29. Pangeran iku bisa ngowahi kahanan apa wae tan kena kinaya ngapa. (Tuhan mampu merubah keadaan apa saja tanpa bisa dibayangkan/perumpamakan)

30. Pangeran bisa ngrusak kahanan kang wis ora diperlokake, lan bisa gawe kahanan anyar kang diperlokake. (Tuhan mampu merusak keadaan yang tidak diperlukan lagi, dan bisa membuat keadaan baru yang diperlukan)

31. Watu kayu iku darbe dating Pangeran, nanging dudu Pangeran. (Batu dan kayu adalah milik zat Tuhan, namun bukanlah Tuhan)

32. Manungsa iku bisa kadunungan dating Pangeran, nanging aja darbe pangira yen manungsa mau bisa diarani Pangeran. (Di dalam manusia dapat bersemayam zat tuhan, akan tetapi jangan merasa bila manusia boleh disebut Tuhan)

33. Titah alus lan titah kasat mata iku kabeh saka Pangeran, mula aja nyembah titah alus nanging aja ngina titah alus. (Makhluk halus dan makhluk kasar/wadag semuanya berasal dari tuhan, maka dari itu jangan menyembah makhluk halus, namun juga jangan menghina makhluk halus)

34. Samubarang kang katon iki kalebu titah kang kasat mata, dene liyane kalebu titah alus. (Semua yang tampak oleh mata termasuk makhluk kasat mata, sedangkan lainnya termasuk makhluk halus)

35. Pangeran iku menangake manungsa senajan kaya ngapa. (Tuhan memenangkan manusia walaupun seperti apa manusia itu)

36. Pangeran maringi kawruh marang manungsa bab anane titah alus mau. (Tuhan memberikan pengetahuan kepada manusia tentang eksistensi makhluk halus)

37. Titah alus iku ora bisa dadi manungsa lamun manungsa dhewe ora darbe penyuwun marang Pangeran supaya titah alus mau ngejawantah. (Makhluk halus tidak bisa menjadi manusia bila manusia tidak punya permohonan kepada Tuhan agar makhluk halus menampakkan diri)

38. Sing sapa wani ngowahi kahanan kang lagi ana, iku dudu sadhengah wong, nanging minangka utusaning Pangeran. (Siapa yang berani merubah keadaan yang terjadi, bukanlah sembarang orang, namun sebagai “utusan” tuhan)

39. Sing sapa gelem nglakoni kabecikan lan ugo gelem lelaku, ing tembe bakal tampa kanugrahaning Pangeran. (Siapa saja yang bersedia melaksanakan kebaikan dan juga mau “lelaku” prihatin, kelak akan memperoleh anugrah tuhan)

40. Sing sapa durung ngerti lamun piyandel iku kanggo pathokaning urip, iku sejatine durung ngerti lamun ana ing donyo iki ono sing ngatur. (siapa yang belum paham, lalu menganggap sipat kandel itu sebagai rambu-rambu hidup, yang demikian itu sesungguhnya belum memahami bila di dunia ini ada yang mengatur)

41. Sakabehing ngelmu iku asale saka Pangeran kang Mahakuwasa. (Semua ilmu berasal dari Tuhan yang Mahakuasa)

42. Sing sapa mikani anane Pangeran, kalebu urip kang sempurna. (Siapa yang mengetahui adanya Tuhan, termasuk hidup dalam kesempurnaan).



»»  READMORE...
READ MORE - sejatining Ketuhanan

..filsafat kemanusiaan..




Filsafat Kemanusiaan:

1. Rame ing gawe sepi ing pamrih, memayu hayuning bawana. (Giat bekerja/membantu dengan tanpa pamrih, memelihara alam semesta /mengendalikan nafsu)

2. Manungsa sadrema nglakoni, kadya wayang umpamane. (Manusia sekedar menjalani apa adanya, seumpama wayang)

3. Ati suci marganing rahayu. (Hati yang suci menjadi jalan menuju keselamatan jiwa dan raga)

4. Ngelmu kang nyata, karya reseping ati. (Ilmu yang sejati, membuat tenteram di hati)

5. Ngudi laku utama kanthi sentosa ing budi. (Menghayati perilaku mulia dengan budi pekerti luhur)

6. Jer basuki mawa beya. (Setiap usaha memerlukan beaya)

7. Ala lan becik dumunung ana awake dhewe. (Kejahatan dan kebaikan terletak di dalam diri pribadi)

8. Sing sapa lali marang kebecikaning liyan, iku kaya kewan. (Siapa yang lupa akan amal baik orang lain, bagaikan binatang)

9. Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi bahasane lan legawaning ati, darbe sipat berbudi bawaleksana. (Ciri khas orang mulia yakni, perbuatan dan sikap batinnya halus , tutur kata yang santun, lapang dada, dan mempunyai sikap wibawa luhur budi pekertinya)

10. Ngunduh wohing pakarti. (Orang dapat menerima akibat dari ulahnya sendiri)

11. Ajining dhiri saka lathi lan budi. (Berharganya diri pribadi tergantung ucapan dan akhlaknya)

12. Sing sapa weruh sadurunge winarah lan diakoni sepadha-padhaning tumitah iku kalebu utusaning Pangeran. (Siapa yang mengetahui sebelum terjadi dan diakui sesama manusia, ia termasuk utusan tuhan)

13. Sing sapa durung wikan anane jaman kelanggengan iku, aja ngaku dadi janma linuwih. (Siapa yang belum paham adanya zaman keabadian, jangan mengaku menjadi orang linuwih)

14. Tentrem iku saranane urip aneng donya. (Ketenteraman adalah sarana menjalani kehidupan di dunia)

15. Yitna yuwana lena kena. (Eling waspdha akan selamat, yang lengah akan celaka)

16. Ala ketara becik ketitik. (Yang jahat maupun yang baik pasti akan terungkap juga)

17. Dalane waskitha saka niteni. (Cara agar menjadi awas, adalah berawal dari sikap cermat dan teliti)

18. Janma tan kena kinira kinaya ngapa. (Manusia sulit diduga dan dikira)

19. Tumrap wong lumuh lan keset iku prasasat wisa, pangan kang ora bisa ajur iku kena diarani wisa, jalaran mung bakal nuwuhake lelara. (Bagi manusia, fakir dan malas menjadi bisa/racun, makanan yang tak bisa hancur dapat disebut sebagai bisa/racun, sebab hanya akan menimbulkan penyakit)

20. Klabang iku wisane ana ing sirah. Kalajengking iku wisane mung ana pucuk buntut. Yen ula mung dumunung ana ula kang duwe wisa. Nanging durjana wisane dumunung ana ing sekujur badan. (Racun bisa Lipan terletak di kepala, racun bisa kalajengking ada di ujung ekor, racun bisa ular hanya ada pada ular yang berbisa, namun manusia durjana racun bisanya ada di sekujur badan)

21. Geni murub iku panase ngluwihi panase srengenge, ewa dene umpama ditikelake loro, isih kalah panas tinimbang guneme durjana. (Nyala api panasnya melebihi panas matahari, namun demikian umpama panas dilipatgandakan, masih kalah panas daripada ucapan orang durjana)

22. Tumprape wong linuwih tansah ngundi keslametaning liyan, metu saka atine dhewe. (Bagi orang linuwih selalu berupaya menjaga keselamatan untuk sesama, yang keluar dari niat suci diri pribadi)

23. Pangucap iku bisa dadi jalaran kebecikan. Pangucap uga dadi jalaraning pati, kesangsaran, pamitran. Pangucap uga dadi jalaraning wirang. (Ucapan itu dapat menjadi sarana kebaikan, sebaliknya ucapan bisa pula menyebabkan kematian, kesengsaraan. Ucapan bisa menjadi penyebab menanggung malu)

24. Sing bisa gawe mendem iku: 1) rupa endah; 2) bandha, 3) dharah luhur; 4) enom umure. Arak lan kekenthelan uga gawe mendem sadhengah wong. Yen ana wong sugih, endah warnane, akeh kapinterane, tumpuk-tumpuk bandhane, luhur dharah lan isih enom umure, mangka ora mendem, yakuwi aran wong linuwih. (Penyebab orang menjadi lupa diri adalah : gemerlap hidup, harta, kehormatan, darah muda. Arak dan minuman juga membuat mabuk sementara orang. Namun bila ada orang kaya, tampan rupawan, banyak kepandaiannya, hartanya melimpah, terhormat, dan masih muda usia, namun semua itu tidak membuat lupa diri, itulah orang linuwih)

25. Sing sapa lena bakal cilaka. (Siapa terlena akan celaka)

26. Mulat salira, tansah eling kalawan waspada. (Jadi orang harus selalu mawas diri, eling dan waspadha)

27. Andhap asor. (Bersikap sopan dan santun)

28. Sakbegja-begjane kang lali luwih begja kang eling klawan waspada. (Seberuntungnya orang lupa diri, masih lebih beruntung orang yang eling dan waspadha)

29. Sing sapa salah seleh. (Siapapun yang bersalah akan menanggung celaka)

30. Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake. (Bertanding tanpa bala bantuan)

31. Sugih ora nyimpen. (Orang kaya namun dermawan)

32. Sekti tanpa maguru. (Sakti tanpa berguru, alias dengan menjalani laku prihatin yang panjang)

33. Menang tanpa ngasorake. (Menang tanpa menghina)

34. Rawe-rawe rantas malang-malang putung. (Yang mengganggu akan lebur, yang menghalangi akan hancur)

35. Mumpung anom ngudiya laku utama. (Selagi muda berusahalah selalu berbuat baik)

36. Yen sira dibeciki ing liyan, tulisen ing watu, supaya ora ilang lan tansah kelingan. Yen sira gawe kebecikan marang liyan tulisen ing lemah, supaya enggal ilang lan ora kelingan. (Jika kamu menerima kebaikan orang lain, tulislah di atas batu supaya tidak hilang dari ingatan. Namun bila kamu berbuat baik kepada orang lain hendaknya ditulis di atas tanah, supaya segera hilang dari ingatan)

37. Sing sapa temen tinemu. (Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil)

38. Melik nggendhong lali. (Pamrih menyebabkan lupa diri)

39. Kudu sentosa ing budi. (Harus selamat ke dalam jiwa)

40. Sing prasaja. (Menjadi orang harus bersikap sabar)

41. Balilu tau pinter durung nglakoni. (Orang bodoh yang sering mempraktekan, kalah pandai dengan orang pinter namun belum pernah mempraktekan)

42. Tumindak kanthi duga lan prayogo. (Bertindak dengan penuh hati-hati dan teliti/tidak sembrono)

43. Percaya marang dhiri pribadi. (Bersikaplah percaya diri)

44. Nandur kebecikan. (Tanamlah selalu kebaikan)

45. Janma linuwih iku bisa nyumurupi anane jaman kelanggengan tanpa ngalami pralaya dhisik.(Manusia linuwih adalah dapat mengetahui adanya zaman keabadian tanpa harus mati lebih dulu)

46. Sapa kang mung ngakoni barang kang kasat mata wae, iku durung weruh jatining Pangeran.(Siapa yang hanya mengakui hal-hal kasat mata saja, itulah orang yang belum memahami sejatinya Tuhan)

47. Yen sira kasinungan ngelmu kang marakake akeh wong seneng, aja sira malah rumangsa pinter, jalaran menawa Gusti mundhut bali ngelmu kang marakake sira kaloka iku, sira uga banjur kaya wong sejene, malah bisa aji godhong jati aking. (Bila anda mendapat anugrah ilmu yang membuat banyak orang senang, janganlah kamu merasa pintar, sebab apabila Tuhan mengambil lagi ilmu yang menyebabkan anda terkenal itu, anda akan menjadi orang biasa lagi, malah lebih bermanfaat daun yang kering)

48. Sing sapa gelem gawe seneng marang liyan, iku bakal oleh wales kang luwih gedhe katimbang apa kang wis ditindakake. (Barang siapa gemar membuat orang lain bahagia, anda akan mendapatkankan balasan yang lebih besar dari apa yang telah anda lakukan)...

salam satoe djiwa

SABDOKAWRUH

»»  READMORE...
READ MORE - ..filsafat kemanusiaan..

Saturday, September 18, 2010

JIKA SUDAH SAMPAI TEMPAT TUJUAN, APAKAH JALAN, KENDARAAN DAN TIKET PERJALANAN MASIH PENTING ?





Di antara kita pasti pernah berpergian ke suatu tempat. Maka tempat tersebut adalah sebuah tujuan. Nah untuk sampai ke tempat tujuan tersebut tentunya ada banyak jalan, banyak jenis kendaraan yang di gunakan serta macam-macam tiket perjalanan yang tentunya sesuai dengan kemampuan masing - masing.

Apabila sekelompok orang akan mengadakan perjalanan ke suatu tempat, maka mulai membuat rencana perjalanan. Menentukan jalan mana yang termudah, naik kendaraan apa yang terbaik dan tiket perjalanan kelas yang sesuai. Masing-masing mempunyai pendapat sendiri. Tak jarang terjadi perdebatan sengit, berlarut-larut. Jika semua ngotot akan pendapat masing-masing maka semua rencana hanyalah sia-sia belaka. Tak ada solusi dan keputusan yang pasti. Menghambat perjalanan itu sendiri. Kapankah mau berangkat ? Kapankah sampai pada tempat tujuannya ?

Saat di lihat dari sudut pandang pemberangkatan, maka yang terpikirkan dan diperdebatkan hanyalah jalan termudah, kendaraan terbaik dan tiket perjalanannya saja. Niat untuk sampai tujuan jadi tersisihkan. Tapi jika sudut pandang itu di balik, dilihat dari sudut pandang tempat tujuan maka timbul sebuah pertanyaan seperti ini : JIKA SUDAH SAMPAI DI TEMPAT TUJUAN, APAKAH JALAN, KENDARAAN DAN TIKET PERJALANAN MASIH PENTING ?

Nah, jika masih sibuk berdebat tentang jalan termudah, kendaraan terbaik dan tiket perjalannya maka kapankah bisa segera sampai ke tempat tujuannya? Bukankah lebih baik segera berangkat.

Sudahi perdebatannya, mari segera berangkat. Mau pakai jalan mana, kendaraan apa dan tiket perjalanan kelas apa saja sesuai dengan kemampuan masing-masing ya terserah saja. Yang pasti tujuannya KESANA. Sampai ketemu.




...seperti yang terjadi di dunia nyata...mereka yang sudah diperkenankan sampai di "area" TUHAN sudah tidak membicarakan lagi mengenai "jalan", mereka dengan penuh kasih sharing mengenai DIA YANG SAMA SAMA MEREKA KASIHI dan sharing mengenai diri mereka masing-masing yang masih harus berbenah diri untuk berjumpa dengan DIA...sudah tidak sharing pahala lagi...

Jadilah 'pengemudi' bagi 'kendaraanmu' sendiri, krn resiko yg akan terjadi utk setiap jalan yang km lalui adalah tanggung jawabmu sendiri. Masukan dr 'pemandu' memang penting tapi keputusan tetap ada ditangan 'pengemudi'....
-BE YOUR SELF-
»»  READMORE...
READ MORE - JIKA SUDAH SAMPAI TEMPAT TUJUAN, APAKAH JALAN, KENDARAAN DAN TIKET PERJALANAN MASIH PENTING ?

Seandainya Sang Nabi Bangkit dari Kubur





Mungkin Dia akan mencari manusia berhati terbuka dan tidak fanatik. Ada hal yang ingin dibicarakan tapi syaratnya hati yang mendengarkan terbuka pada kebenaran apa adanya. Bagaimana mungkin sang nabi bisa bicara panjang lebar kalau yang mendengarkan selalu menyanggah dan tidak menerima apa yang sedang dibicarakannya? Dari pengalaman hiduplah, sang nabi memahami tidak semua manusia bisa diajak bicara dari hati ke hati. Dari gubuk reot kehidupan yang dipandang hina, Dia pun menguraikan fakta-fakta kehidupan yang terlupakan manusia dunia kepada mereka yang terbuka hatinya.

Manusia diciptakan bukan untuk agama, melainkan agama diciptakan untuk manusia. Bila agama berada di atas nilai kemanusiaan, maka kefanatikan akan memicu perang antar sesame manusia. Maka sang nabi pun berujar, kemanusiaan di atas segala-galanya dan manusia lebih berarti daripada agama itu sendiri. Demikian pula kehidupan manusia, tidak diciptakan untuk aturan agama, melainkan aturan agama diciptakan untuk manusia. Mengapa bersikukuh bahwa manusia harus hidup dengan pakaian begini atau ritual begitu? Semua itu dibuat untuk manusia sebagai sarana, bila tidak nyaman, carilah nuansa yang tepat sesuai jaman. Jangan dipaksakan karena sudah dibuat dari dulu.

Sandal ibumu dibuat dari bambu, lalu dipakai setiap hari. Generasi anak ibu itu kini mengikuti tradisi ibunya, memakai sandal dari bamboo, padahal sekarang sudah banyak sandal buatan dari karet yang lebih empuk. Apakah bijak mempertahankan sandal bambu karena tradisi seperti itu? Intinya ada pada sandal yang dijadikan sarana untuk melindungi kaki. Bila jaman memberikan sarana yang lebih baik, kenapa tidak dipakai? Toh, inti dari fungsi utamanya tidak hilang, tetap berguna melindungi kaki. Cara manusia jaman sekarang mengartikan tradisi dan ritual pun seperti robot program yang tak punya akal budi untuk memahami pengertian dari keberadaan jaman dan fungsinya,

Sang nabi mungkin akan berbicara sembari minum teh dan tertawa lepas menikmati kesederhanaan. Beragama itu harusnya menjadi sederhana menjalani hidup dalam iman. Bukan untuk mendapatkan kemewahan dan dijadikan pekerjaan mencari uang. Agama adalah sarana pelayanan kepada banyak orang yang ingin mencari Tuhan, jadi rejeki yang didapatkan oleh mereka yang mengajar agama harusnya dari Tuhan saja. Lha, kalau pasang tariff, nabi siapa yang mengajari seperti itu? Dulu, saat para nabi agama masih hidup, mereka mendalami iman bukan seperti orang jualan ayat-ayat Tuhan, melainkan diterapkan dalam kepribadian dirinya sendiri, lalu dipraktekkan dalam kehidupan berkeluarga bersama isteri dan anak di rumah. Pekerjaan ya biasa saja, mencari nafkah dengan bekerja apa saja, yang penting halal dan tidak merugikan kehidupan orang lain.

Sang nabi pun mungkin akan berargumentasi dengan para pakar yang merasa kebenaran ada di tangan mereka. Bagaimana mungkin kebenaran itu ada di pihak manusia-manusia yang mewakili agama? Kebenaran itu hanya diketahui oleh yang menjalani dan Tuhan di dalam dirinya sendiri. Manusia lain tentu saja mempunyai pengalaman tentang kebenaran, tapi tidak ada yang mutlak, sebab setiap orang mempunyai jalan hidupnya masing-masing. Jadi jangan meracuni manusia lain dengan kebenaran egois, ceritakan saja pengalamanmu lalu kembalikan lagi kepada pendengar, apakah cocok untuk diri mereka atau tidak. Jika tidak, ya sarankan carilah jalan yang lebih cocok dengan kesadaran dirinya, jadi ngga ada paksaan yang berujung pada perebutan massa demi kehebatan agamanya. Coba tanya lagi, ajaran nabi mana yang menyuruh memaksakan kebenaran agamanya agar terlihat hebat. Harusnya yang hebat itu manusianya, kepribadian dan karakter hidupnya, bukan agamanya yang dihebatkan.

Sang nabi pun harus mengelus elus dada melihat tingkah manusia jaman sekarang. Banyak yang beragama, tapi hatinya tidak mengenal kebenaran Tuhan. Banyak yang rajin melakukan ritual tanpa lelah, tapi lupa mempraktekkan ajaran cinta kasih pada sesama. Kesejukan datang dari kenyamanan dan kenyaman datang dari kepribadian yang mengerti dan memahami perbedaan. Sekarang bagaimana bisa nyaman dan sejuk, mengerti etika hidup dalam perbedaan saja tidak peduli. Harusnya manusia jaman sekarang bukan belajar agama, tapi belajar etika dan norma, kemudian berlanjut pada pendalaman psikologi diri, lewat pengembangan diri. Baru dari situ jalan menuju Tuhan akan dimengerti dengan sejuk dan nyaman. Ahhh, seandainya sang nabi bangkit dari kubur, mungkin umatnya sendiri yang akan membungkam suaranya, lalu dengan terang-terangan mengatakan sesat dan disiksa sampai mati.

»»  READMORE...
READ MORE - Seandainya Sang Nabi Bangkit dari Kubur

LABEL `SPIRITUAL `


Hidup bukanlah sebuah kata
Dia sebuah kenyataan yang disebut kebenaran
Kebenaran bukanlah sebuah kata
Dia adalah pengalaman dari sebuah kenyataan

Kiri dan kanan bukanlah kenyataan
Dia adalah simbol kata untuk membatasi
Tuhan dan Setan bukanlah kebenaran sejati
Dia adalah ilusi yang menjadi inti permainan Ilahi

Tuhan hanya bisa dikenali secara utuh apa adanya
Bila kita mau berkenalan dengan Setan secara utuh apa adanya
Kebenaran hanya bisa dikenali secara utuh apa adanya
Bila kita mau berkenalan dengan Kepalsuan secara utuh apa adanya

Keseimbangan ada karena keberadaan dua kutub yang berlainan
Tanpa ada dua kutub yang berlainan, keseimbangan tak dikenali keberadaannya
Keilahian pasti ada karena keberadaan si baik dan si jahat
Tanpa ada si baik dan si jahat, keilahian tak mungkin dikenali

Ketika hidup diberi simbol kata dengan label ‘spiritual’
Hidup tidak lagi dikenali keutuhannya yang tanpa batas
Bahkan kata ‘hidup’ dan ‘spiritual’ seakan berdiri sendiri-sendiri
Saat itu terjadi, dualitas menjadi perbincangan tanpa henti

Mereka yang spiritual beradu paham dengan mereka yang beragama
Mereka yang beragama beradu doktrin dengan mereka yang spiritual
Yang spiritual dan yang beragama hidup dalam satu dunia yang sama
Dunia dimana kehidupan diberikan sebagai anugerah setiap orang

Kehidupan tetaplah utuh seimbang dalam ketidakharmonisannya
Ia tidak tercemar oleh batasan dan pengkotakkan yang ada
Kehidupan tetap dan tidak berubah mengetahui dan memahami dirinya
Hanya saja, pelaku kehidupan tidak paham keutuhan dari ‘kehidupan’

Dalam kehidupan, tidak ada yang tinggi, tidak ada yang rendah
Tidak ada yang lebih maju, tidak ada yang terbelakang
Dalam kehidupan, tidak ada yang perlu disalahkan ataupun dibenarkan
Yang ada hanya ‘apa adanya’, satu-satunya kebenaran yang dimiliki kehidupan

Bila seorang spiritual memahami spiritual
Ia pasti memahami kehidupan dengan segala rahasia abadinya
Sebab memahami spiritual sama dengan memahami kehidupan
Ia adalah satu dan sama, yang berbeda hanyalah nama dan kata-kata

Bila kehidupan dipahami secara utuh apa adanya
Perbedaan disambut dengan kehangatan sebagai saudara
Ketidaksetujuan diterima dengan rasa menghargai sebagai saudara
Penderitaan dihadapi sebagai kunci munculnya kekuatan ilahi diri sendiri

Dari semua yang berhubungan dengan KEHIDUPAN
Dari semua yang berhubungan dengan SPIRITUAL sebagai nama lain kehidupan
Pikiran yang menghakimi dan emosi egois atas nama kebenaran yang ada di dalam diri setiap orang
Adalah TANDA SANGAT JELAS yang mencerminkan seseorang belum mengerti SPIRITUAL
Adalah TANDA SANGAT JELAS yang mencerminkan seseorang belum mengerti KEHIDUPAN

Mereka hanya berbaju dan berpakaian dengan LABEL ‘SPIRITUAL’

Maka paculah diri, paculah jiwa, paculah kesadaran diri
Berargumentasi-lah dengan diri sendiri secara jujur dan jantan
Belajarlah keterbukaan dari ketertutupan hati yang telah membeku
Asahlah kekerasan paham dan lihatlah kelembutan dari semua yang keras
Agar kebenaran, agar kehidupan, agar spiritualitas tidak lagi dilihat tiga
Melainkan dilihat tiga di dalam satu kesatuan tanpa batas..........

»»  READMORE...
READ MORE - LABEL `SPIRITUAL `