Friday, December 3, 2010
Sunday, November 21, 2010
Saturday, November 20, 2010
Rumah Singgah
Keberadaan manusia ibarat rumah singgah
Setiap pagi pendatang baru tiba
Kegembiraan, kemurungan, kehinaan,
beberapa kesadaran sesaat hadir
sebagai tamu yang tak diundang.
Sambut dan jamulah mereka semua!
Bahkan jika mereka adalah segerombolan nestapa,
yang dengan kejam menyapu-bersih rumahmu,
mengosongkan semua perabotannya,
Tetaplah, perlakukan setiap tamu dgn penghormatan.
Ia mungkin mengosongkan diri anda
Untuk suatu sukacita baru.
Pikiran suram, aib, kebencian itu.
Temuilah mereka di pintu dgn tawa dan persilakanlah mereka masuk.
Bersyukurlah untuk apapun yang datang,
Karena masing-masing telah dikirim
Sebagai penuntun dari jauh.
[Penyair Sufi Jalaluddin Rumi]
Nubuwah Cinta [Penyair Sufi, J.Rumi]
Aku mati sebagai mineral
dan menjelma sebagai tumbuhan,
aku mati sebagai tumbuhan
dan lahir kembali sebagai binatang.
Aku mati sebagai binatang dan kini manusia.
Kenapa aku harus takut?
Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku.
Sekali lagi,
aku masih harus mati sebagai manusia,
dan lahir di alam para malaikat.
Bahkan setelah menjelma sebagai malaikat,
aku masih harus mati lagi;
Karena, kecuali Tuhan,
tidak ada sesuatu yang kekal abadi.
Setelah kelahiranku sebagai malaikat,
aku masih akan menjelma lagi
dalam bentuk yang tak kupahami.
Ah, biarkan diriku lenyap,
memasuki kekosongan, kasunyataan
Karena hanya dalam kasunyataan itu
terdengar nyanyian mulia:
"Kepada Nya, kita semua akan kembali"
PAKAIAN KEIMANAN.
Kata agama, menurut Kamus Jawa Kuno-Indonesia, berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti doktrin atau aturan tradisional yang suci. Dalam bahasa Jawa halus atau krama inggil, agama diucapkan menjadi agami, yang juga mempunyai arti bermaksud pergi atau jalan. Agami juga merupakan akronim dari agemaning iman, yang berarti pakaian iman.
Orang hidup, menurut kedua orangtua saya, wajib memeluk agama, yaitu jalan dan sekaligus pakaian keimanan menuju Gusti Allah, Tuhan Yang Maha Tunggal (Esa) lagi Maha Kuasa (Wenang). Sebagaimana lazimnya priyayi Jawa yang Islam abangan, kedua orangtua saya percaya, Tuhan dari semua umat manusia itu sama dan satu jua adanya. Agamalah yang kemudian membuat kita berbeda jalan. Ada jalan yang lurus dan dapat langsung ke tujuan, ada yang berbelok-belok, ada yang berputar-putar, keluar masuk jalan besar, jalan kecil, terjal, salah jalan dan sebagainya. Kewajiban kita hanya memberitahu dan mengingatkan, tapi tidak boleh memaksa meskipun terhadap anak kandung sendiri. Karena setiap orang, telah memperoleh peran kehidupannya masing-masing, dan anak hanyalah titipan Allah kepada kedua orangtuanya. Bukan miliknya. Lagi pula tiada paksaan dalam agama. Gusti Allah yang maha Kuasa saja tidak menetapkan semua umatnya memeluk satu agama yang sama. Apalagi kita umatnya yang lemah. Justru perbedaan itulah yang akan menguji manusia, siapa yang taat kepada Gusti Allah dan siapa yang tidak. Bukankah Tuhan sudah menciptakan surga dan neraka? Baik dan buruk, lapar dan kenyang, panas dan dingin? Semuanya berpasangan. Surga dan neraka diciptakan untuk diisi.
Marilah kita berupaya untuk menjadi penghuni surga tanpa mengklaim diri sebagai pemegang kunci surga.
Demikianlah agama atau agami yang berarti jalan menuju Tuhan menurut keyakinan Islam Kejawen. Secara historis kultural, pemahaman tentang jalan menuju Tuhan ini bisa dimaklumi karena orang Jawa mempelajari Islam dari literatur dan praktek-praktek kehidupan sufistik terlebih dahulu, baru menyusul kemudian mempelajari syariat dengan fikihnya.
PENGEMBARAAN BATIN ORANG JAWA DI LORONG KEHIDUPAN : hal 80.
Wednesday, November 17, 2010
Nasehat IBLIS kepada anak²nya
KERAJAAN IBLIS : sebuah kritik ke dalam
Kerajaan iblis adalah sebuah kerajaan, yang digambarkan dalam peribahasa jawa sebagai: ''gemah ripah loh jinawi, opo kang sarwo tinandur dadi'' (subur tanahnya, sehingga apa saja yang ditanam pasti berbuah), dan setiap iblis berpegang pada prinsip ''ingarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani'' (semua elemen masyarakat menjalankan fungsinya, dari atasan sampai bawahan), karena itu kerajaanya ''toto titi tentrem kerto raharjo'' (kecukupan dalam segala bidang), padahal, seperti yang kita ketahui bersama, para iblis adalah pribadi pribadi yang tidak mengenal tuhan ataupun ajaran moral agama apapun. Tetapi, sejak masih anak anak, para iblis sudah didoktrin dengan pemahaman, bahwa: jika kamu mencuri, maka hartamu juga akan dicuri, jika kamu memukul, kamupun akan dipukul, jika mamu mencopet, kamupun akan dicopet, jika kamu membunuh, kamupun akan dibunuh, jika kamu mengganggu istri iblis lain, maka istrimupun akan diganggu, sampai pada: jika kamu muter musik kenceng kenceng yang membuat tetanggamu tidak bisa tidur, maka tidur kamu juga akan diganggu dengan suara musik yang mungkin lebih kenceng. Dengan pemahaman seperti demikian ini, yang sudah didoktrinkan semenjak para iblis itu masih balita, maka pemahaman ini sudah tertanam, larut dalam aliran darah, dan menyatu dalam dna mereka. Dan tiba tiba kerajaan iblis menjelma menjadi sebuah kerajaan yang paling aman di alam semesta ini. Ini bisa dibuktikan dengan tidak adanya kejahatan apapun di kerajaan iblis. Tidak ada pembunuhan, tidak ada perampokan, pencurian, tidak ada copet, garong, pemalsuan uang, oli atau merk dagang apapun, tidak ada vcd bajakan, apalagi korupsi. Ini adalah sebuah kerajaan yang aman sempurna. Bahkan kerajaan iblis tidak mempunyai polisi, hakim, jaksa, pengacara, tentara, bahkan mereka tidak punya hansip atau tukang ronda. Tidak punya gedung pengadilan, kuhp, atau penjara. Mereka tidak butuh itu semua. Hanya dengan akal sehat yang sederhana, mereka berhasil membentuk sebuah sistem masyarakat yang ternyata terbukti lebih bermoral daripada kita, manusia. saya tidak tahu menahu soal iblis sebenarnya, tapi cuma meminjam namanya untuk 'menyentil' hancurnya moral dinegara tercinta ini
Saturday, November 13, 2010
APA YANG SUDAH ANDA PERBUAT DALAM USIA SEKARANG ?
Usia ternyata mengubah persepsi orang, dan juga perilaku. Contoh yang paling sederhana adalah kegiatan fisik, psikis dan makanan. Saya misalkan, sewaktu SD sampai dengan mahasiswa senang olah raga keras. Senam palang dan ring, bela diri serta naik gunung. Semuanya dilakukan dengan senang hati, tak kenal waktu, tak kenal takut. Tanpa beban perasaan, dan makan apa saja tanpa pantangan. Di usia 40-an, olah raga saya beralih ke pusat-pusat kebugaran dan selanjutnya senam ringan, jogging dan sesekali cross country di perbukitan. Makan pun sudah mulai pilih-pilih. Menghindari makanan yang banyak mengandung gula, kolesterol dan asam urat. Sejalan dengan bertambahnya usia, beban psikis pun berubah. Perilaku dan pergaulan juga berubah. Jika dulu senang ke diskotik dan pesta pora, sekarang bahkan bisa pusing mendengar musik yang hiruk pikuk. Saya yakin anda dan kita semua, dalam kadar yang berbeda mengalami hal seperti itu.
Oleh sebab itu, sungguh tepat yang mengajarkan kita semua untuk mencermati 5 hal yang dapat dengan cepat mengubah perilaku manusia, yaitu kekuasaan, harta benda, teman pergaulan, penyakit dan usia. Dengan mengutip ajaran Kanjeng Nabi Muhammad dan gurunya, Al-Ghazali menyimpulkan bahwa kehidupan dunia ini sesungguhnya hanya terdiri dari tiga nafas saja. Satu nafas telah lewat membawa amal perbuatan yang dikerjakan tatkala menarik nafas itu. Satu nafas sedang dijalankan, dan satu nafas lagi belum tahu apakah kita bisa melaksanakan karena kemungkinan datangnya ajal saat sedang bernafas yang kedua tadi. Jika demikian halnya, maka secara hakikat, sesungguhnya hanya satu tarikan nafas saja yang kita miliki, bukan jam, bukan hari. Umur kita sesungguhnya hanyalah satu tarikan nafas.
Sehubungan dengan itu, orang tua Jawa sering bilang, kita harus senantiasa eling, tobat dan nyebut. Maknanya ialah selalu ingat kepada Gusti Allah {TUHAN}. Bertobat terus menerus, dan meski hanya dalam hati, menyebut asma Allah dalam setiap tarikan nafas, dalam setiap gerak dan langkah. Inilah cara kita dalam berlatih untuk selalu menghadirkan Allah{TUHAN} pada diri kita, di sepanjang usia kita. Berlatih “manunggaling kawula gusti”, berlatih menyatukan diri dengan kehendak dan ketentuan-ketentuan Illahi. Berlatih dalam menyelaraskan diri dengan sifat-sifat mulia Allah{TUHAN}. Dengan demikian, kita dapat memperoleh anugerah umur yang berkah, kesehatan yang berkah, teman pergaulan yang berkah, harta benda dan kekuasaan yang berkah. Memperoleh kebahagian dan kemuliaan hidup di dunia maupun di akhirat. Amiin.
Friday, November 12, 2010
untuk mengerti dan memaklumi sekitar
Bahwa tidak semua yang kau inginkan bisa kau dapat...
Tidak semua harapan & mimpimu bisa kau raih...
Mengedepankan keinginan semata karena ketidakmampuan bertahan pada satu keadaan, dan bertindak seperti yang kau mau, hanya akan menghasilkan sebuah amarah.
Sebenarnya...
bukanlah masalah mampu atau tidak mampu... tapi MAU atau TIDAK MAU.
Mau melihat dan bertoleransi pada hati orang lain..
Mau mengerti bahwa apa yang kau anggap baik,
belum menjadi jaminan kebaikan untuk orang lain..
Memahami dan mau membuka hati...
bahwa apa yang dia butuhkan bukanlah apa yang kau ingin suguhkan.
Bersikukuh pada kekerasan hatimu, hanya melahirkan sebuah kehampaan.. sebuah ketiadaan.
amarah dan EGO lah yang kan tampak nyata.
Belajar untuk mengerti dan memaklumi sekitarmu..
Belajar untuk mengerti bahwa isi kepalamu tidak dapat kau paksakan pada siapapun..
Setiap manusia punya rasa, keinginan & harapan masing-masing...
Indah jika semua itu dapat berjalan seiring..
Namun hanya pengertian yang dapat menyelesaikan sebuah perbedaan..
Mengerti bahwa dirinya.... bukanlah dirimu.
Bahwa keinginannya... bukanlah keinginanmu..
Tuhan tidak menciptakan manusia sama dan seragam..
Perbedaan tidak selalu menghasilkan perselisihan..
Perbedaan kadang membuat kita sadar bahwa hidup ini... berwarna.
Dari perbedaan dapat muncul sebuah pertikaian, namun dari perbedaan juga muncul sebuah kekuatan.
Pahamilah...
Belajarlah akan sebuah perbedaan..
Segala perbedaan itu kan membuat jauh & dekat, perbedaan akan menyesuaikan keadaan.
" KETIKA TUHAN YANG MAHA PENCIPTA MELAKUKAN REBOISASI ALAM SEMESTA RAYA"
Ketika Merapi menunjukkan kekuatannya.....hmmm...byyyaaaaaarrr......
percikan api dan magma vulkanik yang mencari jalan tuk keluar perlahan² memancar bagai tak terbendungkan ....
Disetiap debu yg bertebaran diudara...membalut desa2 dan kota yg dilaluinya..
hewan,pepohonan dan maunusia bertebaran menyelamatkan diri...
dan masih juga ada yang tak berdaya menghindar dari maut panas yang tak tertahankan ,memporak porandakan apa yang dilaluinya ...
Namun TUHAN MahaBijak & Maha mengerti ...
Dibalik Penderitaan pasti ada Kebahagiaan...
Dibalik Duka pasti ada Keindahan..
Ada hikmah dan hikmat dibalik semua itu..
dibalik Semuanya, TUHAN sungguh merencanakan suatu REBOISASI ALAM SEMESTA...
"SANG MAHA PENCIPTA"
Oleh: R. Ay.Tri Wahyuniati Subali Andi Firman,Sh,PhD
Arr. Musik: DANI YUDHANI GAMBIRO.
Vokal: SHELOMITA
Disetiap butir darah yang mengalir
Disetiap hentakan jantung yang berdetak.
Terpampang tanda-tanda kebesaranMu Tuhan.
Abdimu mengerti keagunganMu....
Disetiap hembusan nafasku yg mengalir.
Disetiap debu yang bertebaran diudara.
Bila gunung dan alam semestaKau hancurkan.
Tuhan berikanlah kekuatan....
Reff. Demi keajaiban penciptaanMu Tuhan.
Izinkanlah abdiMu bersujud di prantara waktu.
Agar jauh jiwa dari dosa masa silam.
Dekat hidayah dimasa depan......
Pabila kubersujud karna takut neraka.
Tuhan masukkan aku ke neraka yang kelam.
Pabila kubersujud mengharapkan surgaMu.
Tuhan jauhkan hamba dari surga....
Reff. Hanya padaMu TuhanYang Maha Pencipta.
Kupersembahkan seluruh jiwa ragaku.
Izinkanlah hamba bersujud sampai akhir hayatku.
Agar dapat berjumpa denganMu..............,
Photo
( ajaran Budi Pekerti Luhur )
( ajaran/kawruh yang berlandaskan atau mengedepankan keindahan BUDI PEKERTI )
Spiritualitas LOKAL telah waktunya kembali menjadi mercusuar penerang bagi para pencari kebenaran yang tulus.
Agama-agama Besar yang sekarang ada, akan mengalami seleksi alam yang akan lestari hanyalah agama yang substantif, hakiki, yang kental dengan KEBENARAN BATINIAH dan mengedepankan " BUDI PEKERTI LUHUR ".
Dalam konteks Islam bukan dlm pengertian sebuah label, atribut atau nama AGAMA mayoritas di negeri ini... “mazhab” yang akan bertahan di Nusantara hanyalah “mazhab” yang benar-benar mencerminkan makna dasar Islam, yaitu “ajaran KESELAMATAN, ajaran KEDAMAIAN” yang landasannya adalah KEWELAS ASIHAN.
Tanpa berpijak pada tindakan dan perbuatan kewelasasihan...hohohoho....siap siap saja dibendhu BETHORO KOLO....
Friday, November 5, 2010
MEMAHAMI EKSISTENSI TUHAN DI DALAM WEWARAH SYEKH SITI JENAR
Tulisan ini saya dasarkan pada Buku KISAH DAN AJARAN SYEKH SITI JENAR, karya MB RAHIMSYAH, Penerbit KARYA AGUNG Surabaya
Ketika semuanya belum ada yang ada hanyalah TUHAN saja....maka tidak ada apa pun juga......yang ada hanyalah, menurut istilah Albert Einstein, KEHAMPAAN YANG TIDAK TERBATAS YANG MERUPAKAN ENERGY YANG TIDAK TERBATAS YANG MERUPAKAN MAHACAHAYA YANG TIDAK TERBATAS YANG MERUPAKAN MAHAKASIH YANG TIDAK TERBATAS
Ketika SANG MAHA ENERGY TIDAK TERBATAS MAHA CAHAYA TIDAK TERBATAS MAHA KEHAMPAAN TIDAK TERBATAS menciptakan sesuatu, maka DIA mengambil bahan dari DIRINYA SENDIRI....... karena tak ada apa-apa selain DIRINYA SENDIRI .......
Ketika tercipta sudah segala sesuatu ini...seluruh alam semesta dengan seluruh isinya ini...termasuk manusia...dan di dalam hukum fana.......maka DIA MENJADI SANGKAN DARI SEGALA SESUATU INI YAITU ASAL MUASAL DARI SEGALA SESUATU INI JUGA MERUPAKAN PARAN DARI SEGALA SESUATU INI KE MANA SEGALA SESUATU INI AKAN BERAKHIR
Dari sebab itulah DIA diterima oleh ILMU KASAMPURNAN LUHUR KEJAWEN yang merupakan penerus Wewarah Syekh Siti Jenar sebagai SANGKAN PARANING DUMADI...ASAL MUASALTUJUAN SEGALA YANG TERCIPTA INI.....DIA BERADA DI DALAM SEGALA SESUATU INI...DIA BERADA MELIPUTI SEGALA SESUATU INI...DIA BERADA BERSAMA DENGAN SEGALA SESUATU INI........SEHINGGA EKSISTENSI TUHAN BERADA PADA SEGALA SESUATU INI JUGA.........TERMASUK DI DALAM DIRI MANUSIA.......
di dalam kesadaran tinggi bahwa segala sesuatu ini ada karena diadakan oleh TUHAN maka satu-satunya pikiran yang paling logis adalah mengakui DIA SEBAGAI PEMILIK DAN PENGUASA SELURUH ALAM SEMESTA DAN SELURUH ISINYA INI TERMASUK SELURUH JIWA RAGA MANUSIA INI.....SEHINGGA TIDAK ADA PIKIRAN LOGIS SEDIKIT PUN YANG MENDUKUNG EKSISTENSI EGO DAN EGOISME MANUSIA YANG MENGANGGAP DIRINYA SEBAGAI PUSAT SEGALA SESUATU INI......SIFAT EGOSENTRIS MANUSIA...........
Kenyataan yang paling logis ini apabila diterima oleh Sultan Demak....jatuhlah pamor Kesultanan Demak sebagai Negara Agama....dari sebab itu Beliau berkonspirasi untuk menumpas habis Syekh Siti Jenar dengan seluruh pengikut serta Wewarahnya secara politis.......
Syekh Siti Jenar pun menanggapinya secara politis juga...dan terucaplah ucapan yang sangat legendaris ini, "SYEKH SITI JENAR TIDAK ADA YANG ADA HANYALAH ALLAH SWT" ini adalah jawaban politis bukan jawaban yang keluar dari ROH dan IMAN SYEKH SITI JENAR ........
Semoga tulisan sederhana ini dapat menjadi bahan perenungan dan khalwat bagi siapa pun juga yang berjalan lurus menuju kepada SANGKAN PARANING DUMADI .....
dengan berserah diri total sumarah kepada TUHAN setiap detik setiap saat, komputer diri selalu stand by on line dengan MAHAKOMPUTERSEMESTA-NYA...
MEMAHAMI EKSISTENSI HIDUP MANUSIA DI DUNIA DALAM WEWARAH SYEKH SITI JENAR
Tulisan ini saya tulis berdasarkan Buku KISAH DAN AJARAN SYEKH SITI JENAR,
Karya MB RAHIMSYAH, Penerbit KARYA AGUNG Surabaya ......
Di dalam Babad Tanah Jawa gancaran Poerwaredja yang dikutip disebutkan
kang cinipta donya ngaran laya terciptanya dunia disebutkan sebagai kematian
jroning pati swarga nraka di dalam kematian inilah terdapat surga dan neraka
bagya cilaka pinanggih juga pertemuan dengan bahagia dan celaka
yeku gumelaring donya iya demikian itulah adanya hidup di dunia
cocok dalil Smarakandi cocok dengan paparan Smarakandi
analmayit pikutri (fikobri)
wa yajidu kalibahu
satuhune wong pejah sebenar-benarnya orang mati
rumaket jiwangga manggih jiwanya menemukan
geganjaran swarga lawan neraka ganjaran surga atau neraka
Hidup di dunia tidak lain dan tidak bukan adalah kematian...semua manusia yang hidup di dunia tidak lain dan tidak bukan adalah mayat-mayat yang bergentayangan, "ZOMBIE", yang berada di dalam surga atau neraka....surga adalah kebahagiaan, kesengsaraan adalah neraka.........orang kaya yang sengsara sesungguhnya berada di dalam neraka...orang miskin yang penuh kebahagiaan sesungguh-sungguhnya berada di dalam surga.......
ILMU KASAMPURNAN KEJAWEN "MATI SAJRONING URIP" ...
YAITU EGO, EGOISME, EGOSENTRIS KITA, KITA NONAKTIFKAN SAMPAI TITIK O ATAU ZERO ATAU KOSONG ATAU SUWUNG ......
Banyak orang bertanya bagaimana caranya? .......
CARANYA HANYA DENGAN :
- SABAR DARANA ARTINYA SABAR SESABAR-SABARNYA TANPA BATAS, WALAUPUN HARUS MENGHADAPI APA PUN JUA, WALAUPUN HARUS MENERIMA PERLAKUAN YANG BAGAIMANA PUN JUA, WALAUPUN HARUS MENERIMA KATA-KATA YANG BAGAIMANA PUN JUA
- RILA ATAU RELA APABILA KEHILANGAN APA PUN JUGA, KEHILANGAN HARTA BENDA, KEHILANGAN HARGA DIRI, KEHILANGAN NAMA BAIK, KEHILANGAN PEKERJAAN, KEHILANGAN KEPERCAYAAN, KEHILANAGN SEMUA YANG KITA CINTAI YANG KITA SAYANGI, KEHILANGAN DIRI KITA SENDIRI, KEHILANGAN NYAWA KITA SENDIRI SEPERTI SOCRATES...SEPERTI YESUS KRISTUS DARI NAZARETH...SEPERTI AL HALLAJJ...SEPERTI SYEKH SITI JENAR....dan juga mungkin seperti mBah Marijan Juru Kunci Gunung Merapi ......
- NARIMA ING PANDUMING URIP ATAU MENSYUKURI SEMUA ANUGERAH TUHAN YANG DIBERIKAN KEPADA KITA DALAM BENTUK APA PUN JUGA, DALAM BENTUK RAGA, ORANGTUA, STATUS SOSIAL, KEKAYAAN, REJEKI, JODOH, PEKERJAAN, KEPANDAIAN, KECERDASAN, WARNA KULIT, BANGSA, NEGARA, KETAMPANAN, KECANTIKAN, ANAK, LINGKUNGAN HIDUP, LINGKUNGAN PERGAULAN, KELEMAHAN, KEKURANGAN, CACAT, CELA, SIFAT-SIFAT BURUK, SIFAT-SIFAT BAIK PEMBAWAAN SEJAK LAHIR ........
- IKHLAS ARTINYA MELAKUKAN SEMUA YANG TERSEBUT DI ATAS ITU TANPA PAMRIH SEDIKIT PUN UNTUK KEPENTINGAN DIRI SENDIRI YAITU KEPENTINGAN UNTUK MASUK SURGA ATAU KEPENTINGAN UNTUK DAPAT TERHINDAR DARI SIKSAAN API NERAKA .......
MAKNA SPIRITUAL TEMBANG DOLANAN ILIR-ILIR
Kata-katanya demikian :
LIR ILIR, LIR ILIR, TANDURE WIS SUMILIR lir ilir, lir ilir, tanamannya sudah tumbuh subur
TAK IJO ROYO-ROYO, TAKSENGGUH PENGANTEN ANYAR sungguh sangat indah terhampar menghijau, seperti temantin baru
CAH ANGON, CAH ANGON, PENEKNA BLIMBING KUWI wahai, anak gembala, panjatkanlah buah belimbing itu
LUNYU LUNYU YA PENEKNA, TAKNGGO MASUH DODOTIRA panjatkanlah, biar licin sekali pun, untuk mencuci jarikmu
DODOTIRA DODOTIRA KUMITIR BEDHAH ING PINGGIR jarikmu robek di pinggir
DONDOMANA JLUMATANA, TAKNGGO SEBA MENGKO SORE jahitlah untuk saya pergunakan menghadap raja nanti sore
MUMPUNG JEMBAR KALANGANE selagi masih luas arenanya
MUMPUNG PADHANG REMBULANE selagi bulan masih bersinar terang
SUN SURAKA SURAK HORE aku pun bersorak gembira, bersorak horeee
Lagu tersebut di atas adalah lagu dolanan anak-anak yang dahulu setiap hari ditembangkan oleh anak-anak kecil dan anak-anak besar pada waktu sore hari menjelang malam. Mereka bermain di halaman rumah yang pada umumnya luas. Bergembira sampai kurang lebih jam makan malam.
Di sinilah letak kebijaksanaan para Leluhur Jawa. Mereka sungguh sangat mengerti mengenai laku hidup rohani dan tuntunan hidup rohani dari TUHAN yang selalu saja dibungkus di dalam SANEPA-SANEPA yang sangat halus sekali seperti halnya YESUS pun mengajar dengan mempergunakan CERITERA-CERITERA PERUMPAMAAN. Diturunkan di dalam bentuk tembang dolanan yang sederhana supaya mudah dihafal dan mudah diingat dari anak-anak kecil sampai orang-orang dewasa.
Ada pun makna spiritual Tembang ILIR ILIR adalah:
- ILIR adalah tepas besar yang dipergunakan untuk mendinginkan nasi yang baru saja diangkat dari tempat menanak nasi. Hal ini mengajarkan bahwa kita harus selalu mendinginkan atau angleremake pakarti hawa nafsu yang panas, supaya semua pola berpikir, pola bertutur kata, serta pola peri laku hidup kita sehari-hari tidak ditunggangi hawa nafsu, yang akan selalu menjerumuskan kita di dalam hidup tidak beriman kepada TUHAN.
- TANAMAN YANG TAMPAK TERHAMPAR MENGHIJAU mengajarkan apabila Iman sudah mulai tumbuh subur akan terwujudlah hidup manunggal utuh antara Roh Jiwa dan Raga, antara Raga Jiwa dan Roh. Roh memimpin seluruh pribadi, sehingga sungguh-sungguh terwujudlah hidup "LAHIR UTUSANING BATIN" kelahiran yang nampak adalah utusan batin satunya kata dan perbuatan satunya jiwa dan raga satunya Roh dan raga satunya dalam dan luar yang menumbuhkan PENGHARAPAN YANG TERANG BENDERANG AKAN HIDUP MENDATANG seperti halnya pengantin baru yang penuh harapan.
- CAH ANGON CAH ANGON PENEKNA BLIMBING KUWI ..... WAHAI, ANAK GEMBALA, PANJATKANLAH BUAH BELIMBING ITU menunjukkan dialog antara Roh dan Raga ... LUNYU LUNYU YA PENEKNA TAKNGGO MASUH DODOTIRA ... PANJATKANLAH, WALAU PUN LICIN SEKALI PUN UNTUK MENCUCI JARIK ATAU AGEMAN .... Roh membimbing Raga untuk mau bersusah payah menjalani laku spiritual untuk memetik sarana untuk membersihkan seluruh diri dari segala kekotoran dosa..... DODOTIRA DODOTIRA KUMITIR BEDHAH ING PINGGIR DONDOMANA JLUMATANA TAKNGGO SEBA MENGKO SORE.....ageman itu robek di pinggir jahitlah untuk saya pergunakan menghadap Raja nanti sore .... Roh membimbing raga untuk menjalani laku spiritual untuk mempersatukan untuk membuat utuh kembali bagian-bagian yang terpisah yang tidak menyatu sehingga manunggal menyatu untuk menghadap TUHAN DI DALAM LAKU SAMADI ... PADA WAKTU SEBA MENGHADAP RAJA SEMUA KAWULA HANYA DIAM SIAP APABILA SEWAKTU-WAKTU RAJA BERTITAH ATAU BERTANYA SESUATU KEPADANYA .... YANG DIMAKSUDKAN ADALAH MENJALANI LAKU SAMADI ... ATAU SEMEDI SEMELEH ING GUSTI ....
- MUMPUNG JEMBAR KALANGANE MUMPUNG PADHANG REMBULANE .... artinya selagi diberi kesempatan hidup yang luas dan bebas dan diberi Anugerah Limpahan Rahmat dan Berkat yang tak terbatas oleh TUHAN
- SUN SURAKA SURAK HOREE ........ Roh bersuka cita selalu bersyukur menyembah memuji memuliakan TUHAN atas semua Anugerah yang selalu dilimpahkan TUHAN kepada seluruh diri ini ...........
TUHAN SELALU MENYERTAI DAN MEMBIMBING KITA SEMUA.amin.....
Thursday, November 4, 2010
TAPA BRATA DI DALAM KEHIDUPAN SEHARI²
Sebaiknya orang hidup haruslah menjalani TAPA BRATA seperti di bawah ini:
- TAPANING BADAN, haruslah rendah hati, dan haruslah rajin berbuat kebaikan serta kebajikan
- TAPANING MANAH, "narima", tidakmenginginkan melakukan yang jahat-jahat
- TAPANING NAPSU, "rila" dan sabar di dalam menghadapi segala macam pencobaan dan penderitaan, mengampuni kesalahan orang lain
- TAPANING SUKMA, jujur, bersungguh hati, tidak jahil, tidak iri, tidak dengki, tidak suka mudah mencela orang lain
- TAPANING RASA, sabar di dalam segala kehendak dan sangat menyadari bahwa dirinya penuh dosa
- TAPANING CAHYA, haruslah selalu berusaha banyak berdiam diri di dalam "eneng", haruslah selalu berusaha banyak di dalam kondisi tenang tenteram hatinya "lerem tentrem" hatinya di dalam kondisi "ening" hening selalu...
- TAPANING GESANG, selalu waspada akan segala gerak hawa nafsu sendiri dan selalu "eling" bahwa kita adalah ciptaan yang sepantasnya taat patuh menyembah dan mengabdi kepada TUHAN......
- TAPANING KARNA (TELINGA), tidak mengikuti dorongan hawa nafsu, tidak senang mendengarkan semua hal yang buruk-buruk
- TAPANING GRANA (HIDUNG), tidak senang mencari-cari kesalahan dan keburukan orang lain
- TAPANING LESAN (MULUT), mengurangi makan, tidak senang bergosip membicarakan kejelekan orang lain
- TAPANING PURUSA (PENIS), mengurangi bersenggama, tidak senang selingkuh dengan siapa pun juga
- TAPANING ASTA (TANGAN), tidak senang mengambil yang bukan miliknya, dan tidak senang memukul atau menampar orang lain
- TAPANING SUKU (KAKI), tidak senang berjalan di jalan kejahatan, dan setiap saat senang berjalan di jalan laku samadi
TIDURLAH APABILA MAU MARAH (TURUA YEN AREP NESU)
DARIPADA TIDUR LEBIH BAIK BERJAGA (KATIMBANG TURU BECIK TANGI)
DARIPADA HANYA BERJAGA LEBIH BAIK MEMBUKA MATA (KATIMBANG TANGI BECIK MELEK)
DARIPADA HANYA MEMBUKA MATA LEBIH BAIK DUDUK (KATIMBANG MELEK BECIK LUNGGUH)
DARIPADA HANYA DUDUK LEBIH BAIK BERDIRI (KATIMBANG LUNGGUH BECIK NGADEG)
DARIPADA HANYA BERDIRI LEBIH BAIK BERJALAN (KATIMBANG NGADEG BECIK LUMAKU)
Itulah cara melakukan TAPA BRATA di dalam kehidupan kita sehari-hari supaya hidup selalu rahayu damai sejahtera penuh kasih sayang kepada sesama....
Thursday, October 21, 2010
Antara AKU dan DIA
Bukanlah aku dan bukanlah DIA, siapa aku dan siapa DIA?,
DIA bukanlah aku dan aku bukanlah DIA,
Aku bukanlah aku dan DIA bukanlah DIA,
Seandainya DIA adalah apa yang kita lihat dengan mata kita,
tentu tidak ada di dalam kehidupan ini selain kami,
yaitu aku dan DIA , dan DIA dan DIA'
Siapakah bagi kita,
dengan kita dan untuk Kita,
seperti siapakah bagi DIA, dengan DIA dan untuk DIA,
Aku adalah orang yang aku cintai,
dan orang yang mencintai adalah aku,
tidak ada dalam bingkai kaca bayangan selain kita.
Para penyanyi telah lupa kala ia menyanyi, kami adalah dua Ruh dalam satu jasad.
Dengan terang-terangan DIA telah menetapkan sekutu bagiNYA,
semua orang berusaha memisahkan kita,
Aku tidak pernah berdo'a dan ingat padaNYA,
sesungguhnya ingat dan do'aku hanyalah "Wahai Diriku".
~Al Hallaj~
Di dalam kemuliaan tiada aku, atau Engkau atau kita,
Aku, Kita, Engkau dan Dia seluruhnya menyatu.
(Sufi Agung Al-Hallaj)
by Harry Up on Wednesday, October 20, 2010 at 11:46pm
SEKILAS MA’RIFAT: KETIKA JAWA DAN PERSIA DEMIKIAN HARMONI
Hari ini, saya buka hati ini, untuk mendapatkan seberkas cahaya, dan setumpuk informasi, dari orang-orang bijak yang telah mencapai puncak itu. Lalu, saya biarkan jemari ini mengalirkan apa yang semula memasuki hati. Semoga itu merupakan salah satu bukti, terkabulnya doa saya, agar saya menjadi penebar terang, penyampai kesejatian.
KGPAA Mangkunegoro IV, menyampaikan pengalaman pribadinya, bahwa ketika telah sampai puncak, seseorang menjadi sadar sepenuhnya akan hakikat dan rahasia kehidupan. Beliau mendendangkan dalam Serat Wedhatama: “ Dene awas tegesipun, weruh waranane urip, miwah wisesaning tunggal, kang atunggil rina wengi, kang mukitan ing sakarsa, gumelar alam sakalir.” Mereka yang telah waspada , telah dengan jelas mengetahui rahasia kehidupan, tirai kegaiban telah terbuka. Ia menyaksikan Sang Maha Hidup di balik segenap gerak kehidupan, Wujud Yang Mahatunggal meliputi segalanya. Dia yang menggerakkan segalanya dan mewujudkan segenap kehendak, maka terhamparlah segala peristiwa alam semesta.”
Yang ghaib, bagi mereka yang telah menggapai puncak, disadari sebagai sesuatu yang nyata. Semuanya menjadi demikian jelas: apa yang misteri itu telah membuka wujudnya. Namun, ternyata, saat yang sama, mereka yang telah sampai ke puncak disadarkan pada sebuah kesadaran, bahwa: “SEJATINE ORA ONO OPO-OPO, SING ONO KUWI DUDU” Sesungguhnya tidak ada apa2, yang ada itu bukan. Apa yang kita anggap ADA, tidak ada seperti lazimnya adanya yang lain, termasuk adanya kata ada itu. Apa yang kita sangka sebagai Dia, bukanlah Dia itu sendiri. Semua persangkaan kita, bukanlah Realitas itu sendiri. Dan tetaplah Dia sebagai Dzat “ingkang tan kena kinira, tan kena kinaya ngapa”.
Mereka yang telah sampai dipuncak, akhirnya menyadari bahwa misteri itu, menjadi nyata sekaligus tetap menjadi misteri.
Maka, sebagai ungkapan manusawi dari misteri itu, bersyairlah Mansyur Al-Hallaj:
“Aku orang yang mencinta dan Dia yang mencinta adalah Aku
Kami dua ruh yang melebur dalam satu tubuh
Bila kau memandangku, kau memandang-Nya
Bila kau memandang-Nya, kau memandang Kami.
(Diwan 57)
Ruh-Mu menyerap dalam ruhku
Bagai anggur larut pada air bening
Bila suatu menyentuh-Mu, ia menyentuhku
Engkau adalah aku dalam seluruh
(Diwan 47)
Kata-kata Al-Hallaj yang terkesan paradoks, menjelaskan fakta bahwa dia bisa menyaksikan Yang Misteri itu dalam segala hal, termasuk dirinya sendiri, sehingga yang ada hanya Dia: bahkan dirinya, hakikinya adalah Dia juga. Dengan pernyataan seperti ini, sesungguhnya Al-Hallaj menegaskan satu hal: di balik yang kosong, sesungguhnya ada Dia, tetapi adanya Dia tak bisa sama dengan adanya wujud lain, yang terpisah dari yang mengatakan keberadaannya. Bagi al-Hallaj, yang mengatakan ada dan Yang Ada itu sebetulnya satu...tak terpisahkan...dan sebetulnya dengan demikian, tak bisa dilihat sebagai sesuatu yang ada secara obyektif.
Walhasil......tetaplah yang misteri itu menjadi Misteri...
Syeikh Siti Jenar...menggapai kesadaran yang sama dengan Al-Hallaj, dan menyatakan dengan tegas:
“IYA INGSUN IKI ALLAH. (IYA AKU INI TUHAN).
Nyatalah AKU yang Sejati, Bergelar Prabhu Sadmata ( Raja bermata enam. Shiva adalah Avatara Brahman. Jika Shiva bermata tiga, maka Brahman bermata enam. Inilah maksud 'jargon' spiritual waktu itu). Tidak ada lagi yang lain, Apa yang disebut Allah itu. Maulana Maghribi berkata, Yang anda tunjuk itu adalah jasad,Syeh Lemah Bang menjawab.
Hamba membuka rahasia Ilmu Sejati, Membahas tentang Kesatuan Wujud,Tidak membahas Jasad (yang fana), Jasad sudah terlampaui, Yang saya ucapkan adalah Sejati-nya Ilmu, Membuka Segala Rahasia.
Dan lagi sesungguhnya semua Ilmu, Tidak ada yang berbeda, Sungguh tiada beda, Sedikitpun tidak, Menurut pendapat hamba, Meyakini bahwasanya Ilmu itu, Semuanya sama.”
Dia ada yang karena ada yang mengatakan keberadaannya. Bagi yang mengatakan itu, di luar sana sebetulnya yang dilihat adalah Kekosongan Abadi.....Pernyataan ada itu sesungguhnya merujuk pada keberadan diri, pada keberadaan kesadaran...rahsa sejati....yang secara kekal akan tetap menjadi misteri.
Jiwa Yang Tak Lagi Tersekat
Jalaluddin Rumi, salah satu pejalan ruhani yang telah menggapai puncak, berdendang indah, “Manusia Ilahi, berada di luar kekafiran dan agama...Aku telah melihat ke dalam sanubariku sendiri; di sanalah aku melihat-Nya; Dia tidak ada di tempat yang lainnya..Aku bukan orang Kristen, atau Yahudi, atau Penyembah Api, atau Muslim; aku bukan berasal dari Timur maupun Barat, bukan dari bumi maupun laut...Aku telah mengesampingkan kemenduaan, aku telah mengetahui bahwa kedua dunia itu satu adanya. Satu saja yang kucari, Satu saja yang kukenal, Satu saja yang kulihat, Satu saja yang kuseru.”
Rumi menyaksikan bahwa semuanya berasal dari yang Satu, bayangan dari yang Satu itu, yang hakikatnya adalah kekosongan, sehingga segenap nama dan atribut itu tak lagi memadai. Setiap nama dan atribut, sesungguhnya bukanlah yang Satu itu..melainkan sekedar gumpalan imajinasi di dalam benak, yang tak mewakili Realitas sesungguhnya... yang Satu itu. Dan makna dari yang Satu ini sesungguhnya adalah Yang Maha Meliputi...yang tak menyisakan setitikpun ruang kosong....yang tak memungkinkan adanya yang lain.
Karena kesadaran itu pula, maka Rumi sekaligus terhubung dengan semua lokus di mana bayangan yang Satu itu terlihat: ia terhubung dengan semua jiwa. Rumi berkesadaran, bahwa dirinya, sebagaimana diri kita, sama dengan semua manusia, yang sering menyebut dan mengatributi dirinya dengan nama Muslim, Nasrani, Majusi, dan lainnya. Rumi dan juga kita sama dengan mereka pada tataran hakikat, tapi Rumi menolak disekat oleh nama dan atribut yang membuat ia bisa menyatu dengan sebagian dan berpisah dengan lainnya.
Kesadaran tanpa sekat ini, juga yang membalut jiwa Husain Mansyur al Hallaj. Ia dengan jernih mengatakan: “Anakku, semua agama adalah milik Allah. Setiap golongan memeluknya bukan karena pilihannya, tetapi dipilihkan Tuhan. Orang yang mencaci orang lain dengan menyalahkan agamanya, dia telah memaksakan kehendaknya sendiri. Ingatlah, bahwa Yahudi, Nasrani, Islam dan lain-lain adalah sebutan-sebutan dan nama-nama yang berbeda. Tetapi tujuannya tidak berbeda dan tidak berubah”.
Lebih jauh, Al-Hallaj juga mendendang sebagai berikut:
“Sungguh, aku telah merenung panjang agama-agama
Aku temukan satu akar dengan begitu banyak cabang
Jangan kau paksa orang memeluk satu saja
Karena akan memalingkannya dari akar yang menghunjam
Seyogyanya biar dia mencari akar itu sendiri
Akar itu akan menyingkap seluruh keanggunan dan sejuta makna
Lalu dia akan mengerti"
(Diwan, 50)
Dan jangan dilupakan, seorang Mistikus lain, yang disebut Syaikh Al-Akbar: Muhyiddin Ibnu Arabi. Ialah sang mistikus yang terkenal dengan syairnya:
"Hatiku telah mampu menerima aneka bentuk dan rupa;
ia merupakan padang rumput bagi menjangan,
biara bagi para rahib, kuil anjungan berhala, ka`bah tempat orang bertawaf,
batu tulis untuk Taurat, dan mushaf bagi al-Qur'an.
Agamaku adalah agama cinta,
yang senantiasa kuikuti kemana pun langkahnya;
itulah agama dan keimananku."
Bagi mereka yang telah sampai di puncak....semuanya itu Manunggal...kita adalah sesama pancaran dari Yang Mahatunggal itu. Apa yang kita sebut sebagai kebenaran, adalah pancaran dari Kebenaran yang Tunggal. Agama-agama, adalah bentuk2 yang berbeda dan esensi yang sama.
Selaras dengan itu, leluhur Nusantara, menyadari dengan jelas bahwa agama itu tak lebih dari sekadar jalan menuju Yang Mutlak, atau bahkan “pakaian” yang menjadi penting bukan pada aspek dan warnanya, tetapi pada aspek fungsinya. Salah satu leluhur itu adalah Empu Tantular, pengarang Kakawin Sutasoma, yang melahirkan falsafah Bhinneka Tunggal Ika:
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa, Bhinneki rakwa ring apan kêna parwanosên, Mangka ng Jinattwa kalawan Śiwatattwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Buddha & Syiwa merupakan dua hal yang berbeda. Memang berbeda &nkeduanya tak bisa dikenali, Akan tetapi kebenaran Jina (Buddha) dan Syiwa ... adalah tunggal, Sesungguhnya berbeda tetap satu juga tidak ada kebenaran yg mendua.
Cara Menggapai Kesadaran Puncak
Sampai pada kesadaran sebagaimana terpapar di atas, susah-susag gampang. Menjadi susah, jika kita terbiasa dengan cara beragama yang doktriner, mengabaikan kecemerlangan akal budi dan keakuratan rahsa sejati. Maka, banyak orang yang dianggap ahli agama, tidak pernah bisa menyadari bahwa apa yang dinyatakan Rumi, Al-Hallaj, Ibnu Arabi dan para leluhur Jawa, sesungguhnya adalah kebenaran.
Bahkan, sungguh menggelikan, ada cendekiawan, yang mengaku sudah membaca Futuhat Al Makiyyah dan berbagai karya Ibnu Arabi lainnya, tidak percaya bahwa Ibnu Arabi punya jiwa yang lapang dan meyakini bahwa jalan menuju Tuhan itu tak terbatas bentuknya.
Betapa tidak menggelikan, ketika ada seorang yang mengaku ahli agama dan memahami pandangan Ibnu Arabi, mengartikan agama cinta itu sebagai agama Islam (ajaran Muhammad)....yang punya makna agama-agama yang lain bukan agama cinta.
Padahal, seorang petani lugu, atau bahkan remaja yang polos, dengan nuraninya yang terjaga, akan dengan mudah menyadari kebenaran yang disampaikan Ibnu Arabi. Tak usah dia membaca Futuhat Al-Makiyyah, cukup dengan menengok pada rahsa sejati...akan bisa didapatkan kesadaran bahwa kita sebetulnya adalah bentuk-bentuk yang berbeda tetapi diikat oleh sesuatu yang sama: Sang Hidup yang mengalir melalui nafas kita. Dan Sang Hidup itu membuat kita ada, hidup, dengan Cinta...maka agama cinta yang sesungguhnya adalah menghayati dan menebar cinta kepada semua makhluk yang dihidupi oleh Sang Hidup itu sendiri.
Terakhir, yang menarik untuk disimak, adalah bahwa ternyata, para mistikus Islam yang disebutkan di atas: Rumi, Al-Hallaj, dan Ibnu Arabi, punya akar yang sama, yaitu Tradisi Persia. Sintesis antara Persia dan Islam, membuat Islam ala mereka sungguh mempesona. Kita bisa melihat, Islam yang demikian, selaras, harmoni dengan ajaran leluhur di Tanah Jawa. Maka, apapun agama Anda, mengapa Anda tak hidupkan tradisi leluhur Anda sendiri? Karena itu yang akan membuat pribadi dan pandangan Anda mempesona...laksana gemintang di langit yang cahayanya menembus segenap sekat gelap....
by Satria Pengging on Thursday, October 21, 2010 at 12:29pm
Friday, October 15, 2010
KETIKA BERBAGAI RASA BERGEJOLAK DI DALAM DADA
Ketika suara-suara kasar menghardik masuk ke telinga.....terasa rasa sakit di dalam hati...di dalam dada...sadarilah di dalam keheningan hati....kendalikanlah diri....kuasailah diri.....tahanlah jangan sampai keluar reaksi negatif yang mulai bergolak di dalam hati...di dalam dada.....perlahan-lahan endapkanlah rasa tersebut di dalam keheningan hati........hening...hening...eling semua itu terjadi atas perkenan TUHAN untuk menyucikan jiwa raga kita.........
ketika suara-suara cemooh, hinaan, hujat, caci maki, fitnah, sindiran tajam, gosip negatif masuk telinga....terasa rasa sakit, kecewa, tersinggung, malu, marah, dendam di dalam hati...di dalam dada....mulai terasa getar panas naik ke atas...kemarahan, kekecewaan, sakit hati, malu, dendam mulai mendidih, menggelegak.........sadarilah di dalam keheningan hati.....kendalikanlah diri.....kuasailah diri.......tahanlah diri jangan sampai keluar reaksi negatif yang mulai bergolak di dalam hati....di dalam dada.....perlahan-lahan endapkanlah rasa tersebut di dalam keheningan hati.........hening...hening...eling bahwa semua itu terjadi atas perkenan TUHAN untuk menyucikan jiwa raga kita............
ketika kata-kata pujian, sanjungan masuk telinga.......terasa rasa senang, gembira, terharu, bangga, puas, sombong, merasa lebih dari orang lain mulai bergetar menggelembung di dalam hati...di dalam dada.....sadarilah di dalam keheningan hati....kendalikanlah diri....kuasailah diri.....tahanlah diri jangan sampai rasa itu membesar, menggelembung sangat besar dan menguasai seluruh kepribadian........perlahan-lahan endapkanlah semua rasa tersebut di dalam keheningan hati...hening...hening...eling bahwa semua itu terjadi atas perkenan TUHAN untuk menguji seberapa besar Iman kita, seberapa besar kerendahhatian kita, seberapa tajam kepekaan hati kita akan semua gerak hawa nafsu kita............
ketika rasa iri, dengki, rakus. tamak mulai bergetar di dalam hati...di dalam dada.....terasa semakin membesar dan membesar di dalam hati...di dalam dada....sadarilah di dalam keheningan hati.......di dalam keheningan dada......perlahan-lahan endapkanlah semua rasa tersebut di dalam keheningan hati....di dalam keheningan dada......hening...hening....eling bahwa semua rasa itu adalah ujian TUHAN untuk menguji seberapa tajamkah rasa kita akan semua gerak hawa nafsu yang bergolak di dalam hati kita.......
ketika rasa gairah seksual, syahwat, libido seksualis mulai terasa bergetar di dalam hati...di dalam dada....mulai bergetar menyebar ke seluruh tubuh.......sadarilah di dalam keheningan hati...di dalam keheningan dada....kuasailah diri....tahanlah diri jangan sampai rasa itu menguasai seluruh kepribadian kita........perlahan-lahan endapkanlah di dalam keheningan hati...di dalam keheningan dada.......hening...hening....eling bahwa rasa itu hanya diperkenankan TUHAN kita salurkan dengan penuh kasih hanya kepada istri atau suami kita saja..........
JAGALAH SELALU KEHENINGAN HATI...KEHENINGAN JIWA...KEHENINGAN SANUBARI....KEHENINGAN KALBU......KEHENINGAN DADA.......DENGAN SELALU SETIAP DETIK SETIAP SAAT SETIAP WAKTU BERSERAH DIRI TOTAL SUMARAH HANYA KEPADA TUHAN SAJA....
TUHAN DI MATA ORANG JAWA
Secara filosofis, faham Jawa mengakui adanya kepercayaan kepada Gusti Allah atau Sang Hyang Tunggal, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, atau juga Sang Hyang Wenang, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhan Yang Satu lagi Maha Kuasa bagi dan atas seluruh alam semesta.
Karena Tuhan itu hanya satu, maka Tuhan dari para pemeluk berbagai agama, pada hakikatnya adalah Tuhan yang sama. Persoalannya kemudian pada bagaimana jalan serta cara menuju Tuhan yang sama tadi.
Meskipun demikian, semua itu tetap terserah masing-masing, “bagimu agamu, bagiku agamaku”. Faham Jawa menghormati pemeluk kepercayaan dan agama lain seraya teguh memegang kepercayaan dan agamanya sendiri. Masing-masing orang mengukir nasibnya sendiri-sendiri. Manusia itu bagaikan wayang, yang dimainkan oleh dan terserah Sang Dalang, yaitu Sang Maha Sutradara, Tuhan Yang Maha kuasa. Sebagaimana halnya wayang, setiap peran sudah memiliki skenarionya masing-masing. Orang lain hanya sekedar, sakdermo, memberitahu serta mengingatkan mana yang baik dan mana yang buruk.
Oleh karena itu juga tidak mengherankan jika dalam satu keluarga Jawa, termasuk keluarga ibu dan bapak saya, dijumpai beberapa pemeluk agama yang berbeda.
"Tuhan itu hanya satu, maka Tuhan dari para pemeluk berbagai agama, pada hakikatnya adalah Tuhan yang sama. Persoalannya kemudian pada bagaimana jalan serta cara menuju Tuhan yang sama."
(Pengembaraan Batin Orang Jawa di Lorong Kehidupan : halaman 14).
Tuesday, September 28, 2010
Berani Menelanjangi-diri?
Sungguh tidak mengenakkan rasanya bila ‘ditelanjangi’ orang lain, apalagi itu dilakukan di hadapan banyak orang. Oleh karenanya, jauh lebih baik bila kita berani dan mampu menelanjangi-diri sendiri, sebelum ditelanjangi orang.
Sementara itu, kendati berani, tidaklah mungkin bisa menelanjangi diri sendiri bila kita senantiasa mengarahkan perhatian ke luar. Untuk bisa menelanjangi diri sendiri, kita mesti mengarahkan perhatian ke dalam, ke dalam diri sendiri. Apa yang kita peroleh dari hanya mengarahkan perhatian ke luar selama ini bisa saja dijadikan sebagai pembanding; namun itu bukanlah hal sedemikian pentingnya. Yang lebih penting adalah bagaimana melihat diri sendiri secara cermat, secara mendalam, dengan jujur dan benar-benar objektif, tanpa penolakan, tanpa berusaha mencari-cari pembenaran atasnya dan berani mengakuinya kalau memang demikianlah adanya.
Mengakui diri sebagai serakah, penuh iri dan dengki, penuh kebencian, tidak jujur, suka berpura-pura, angkuh, egois, suka meninggikan diri, mementingkan diri sendiri, mau menang sendiri dan sebagainya, benar-benar butuh seporsi besar kejujuran dan keberanian. Makanya, tidak mudah dilakukan; tak banyak orang yang berani melakukannya. Disini, rasa iba-diri seakan-akan mengharuskan seseorang untuk mengadakan pembelaan-diri, mencari-cari dalih, alasan, kambing-hitam, bahkan pembenaran.
Namun, bilamana keberanian dan kejujuran Anda punyai, menelanjangi-diri bukan lagi sesuatu yang sedemikian sulitnya; daripadanyalah roda revolusi mental dan spiritualpun akan berputar ke depan dengan sendirinya.
Berani benar-benar Telanjang?
Sesuatu yang ‘spesial’ bagi kita umumnya tampak menarik, membangkitkan selera dan rasa kagum. Apa yang spesial bagi Anda? Anda tahu itu bukan? Kitapun tahu kalau, apa yang spesial bagi kita, belum tentu spesial juga bagi orang lain. Ini erat kaitannya dengan pengalaman, ingatan, dan tentunya selera masing-masing. Sesuatu yang spesial bagi saya boleh jadi harus buatan luar-negri, berharga mahal, sangat langka dimana hanya beberapa orang saja yang memilikinya di dunia ini; akan tetapi bagi Anda boleh jadi itu malah tidak spesial sama-sekali. ‘Memahami diri sendiri’ mungkin sesuatu yang tidak spesial, atau bahkan remeh bagi Anda atau banyak orang, karena Anda telah merasa memahami diri Anda. Tapi tunggu dulu; benarkah Anda memahami diri Anda? Benarkah? Atau malah jangan-jangan apa yang Anda sangka sebagai diri kalian itu hanyalah ‘apa yang dikatakan orang tentang Anda’ dimana itu kalian rasakan sebagai menyenangkan, sesuai dengan apa yang kalian harapkan, cita-citakan, sehingga Anda menerimanya dengan senang-hati. Tidakkah begitu? Periksalah kawan! Anda adalah sesosok pribadi yang sangat spesifik, unik, sangat spesial, tiada duanya. Bahkan kembaran Andapun tidak persis sama dengan Anda. Makanya, bukankah sesuatu yang amat sangat menarik untuk memahami diri Anda sendiri? Anehkah kalau saya malah merasa heran kalau Anda tidak melihat bahwasanya memahami diri sendiri adalah sesuatu yang amat sangat spesial? Agaknya sudah berkali-kali disampaikan sebelumnya kalau, guna memahami diri sendiri kita mesti menyelam jauh ke dalam si diri, ke dalam —apa yang selama ini kita sangka sebagai— diri kita ini. Dan itu, juga bisa berarti ‘penelanjangan-diri’ sepenuhnya. Kita telanjang kalau hendak mandi, hendak membersihkan tubuh ini dari semua kekotoran-kekotorannya. Demikian juga halnya bila kita hendak ‘membersihkan-diri’, ‘memurnikan-diri’ kita. Kita mesti melucutinya dari semua atribut, dari semua polesan, dari semua embel-embel yang dikenakannya selama ini —baik yang menyenangkan pun tak menyenangkan. Beranikah Anda benar-benar telanjang?
Thursday, September 23, 2010
Filsafat dan Tasawuf
Para Pemikir -- Tasawuf dipahami sebagai mistisisme Islam -kadang disebut juga Sufisme- (karena dinisbatkan kepada ahli tasawwuf yang disebut sufi). Tasawuf dimasukkan oleh Ibn Khaldun ke dalam kelompok ilmu-ilmu naqliyyah (agama). Sebagai salah satu ilmu naqliyyah, maka tasawuf, didasarkan pada otoritas, yaitu Al-Qur’an dan Hadits, dan bukan pada nalar rasional seperti filsafat.
Tasawuf dan Filsafat memang bisa kita bedakan, karena sementara yang pertama bertumpu pada wahyu dan penafsiran esoterik (batini) sedangkan yang kedua bertumpu pada akal.
Meskipun begitu, tidak selalu berarti bahwa kedua disiplin ini bertentangan satu sama lainnya. Walapun untuk kebanyakan orang, filsafat akan terasa aneh karena mereka hanya menafsirkan agama secara harfiah atau eksoterik.Menurut Ibn Rusyd, kalau terkesan bahwa filsafat seolah-olah bertentangan dengan agama, maka kita harus melakukan ta’wil kepada naskah-naskah agama. Alasannya adalah karena naskah-naskah agama bersifat simbolis dan kadang memiliki banyak makna.
Dari sudut boleh tidaknya penafsiran eksoterik atau ta’wil, maka filsafat dan tasawuf, seiya-sekata. Tetapi dilihat dari metode penelitiannya maka keduanya berbeda.
Filsafat memanfaatkan dimensi rasional pengetahuan, sementara tasawuf dimensi spiritual. Namun, karena keduanya (dimensi rasional dan spiritual) adalah dimensi sejati dari kebenaran sejati yang sama, maka keduanya berpotensi untuk saling melengkapi.
Menurut Al-Farabi dan Ibn Sina, sumber pengetahuan para filosof dan para nabi (termasuk para sufi), adalah sama dan satu, yaitu akal aktif (al-’aql al-fa’al), atau malaikat Jibril dalam istilah agamanya. Hanya saja sementara para filosof mencapai pengetahuan darinya (akal aktif) melalui penalaran akal-beserta latihan yang intensif, sementara para Nabi (sufi) memperolehnya secara langsung tanpa perantara.
Sementara itu, untuk memperoleh pengetahuan para filosof menggunakan penalaran diskursif, para Nabi (sufi) menangkapnya lewat daya mimitik imajinasi (menurut Al-Farabi) atau akal suci atau intuisi (menurut Ibn Sina).
Sehingga bisa kita saksikan bahwa, bahasa filsafat bersifat rasional, sementara bahasa profetik/mistik bersifat simbolis dan mistis. Namun menurut kedua filosof muslim tersebut, baik filsafat maupun tasawuf berbicara tentang kebenaran yang sama. Hanya saja mereka menggunakan cara dan bahasa yang berbeda.
Perbedaan yang mencolok antara modus pengenalan rasional dan pengenalan intuitif atau mistik adalah, bahwa pengetahuan akal membutuhkan “perantara”, berupa konsep atau representasi-semisal kata-kata atau simbol-untuk mengetahui objek yang ditelitinya. Dan mungkin karena itu, maka modus pengenalan rasional (falsafi) disebut ilmu hushuli (acquired knowledge).
Untuk mengetahui pikiran seorang misalnya, kita harus mempelajari pikiran-pikirannya dengan membaca tulisan-tulisan atau mendengarkan ceramah-ceramahnya. Berbeda, tentunya, dengan orang itu sendiri, ketika ia ingin memahami pemikiran-pemikirannya sendiri, ia tidak perlu atau tergantung pada kata-katanya, karena orang itu dapat memahaminya dengan begitu saja, tanpa representasi apapun.
Oleh karena sifatnya yang tidak langsung itulah, maka pengetahuan rasional tidak bisa betul-betul menangkap objeknya secara langsung. Modus pengetahuan seperti itu, menurut Rumi, akan sama dengan orang yang berusaha memetik setangkai bunga mawar dari “M.A.W.A.R.”
Anda, kata Rumi, “tidak akan mampu memetik mawar dari M.A.W.A.R., karena anda baru menyebut namanya. Cari yang empunya nama!”.
Berbeda dengan modus pengenalan rasional, pengenalan intuitif atau mistik (seperti yang dialami oleh para Sufi atau nabi) bersifat langsung, dalam arti tidak butuh pada simbol atau representasi apapun. Ia tidak butuh pada bacaan, huruf atau bahkan konsep dan sebangsanya.
Contoh yang mudah dari pengenalan seperti ini adalah, misalnya, pengetahuan kita tentang diri kita sendiri, atau yang biasa disebut self-knowledge. Untuk mengetahui diri kita sendiri, apakah kita perlu perantara, seperti halnya ketika kita hendak mengerti orang lain? Tentu saja tidak.
Kita tahu tentang diri kita-dengan begitu saja, karena keinginan kita dengan diri kita adalah satu dan sama. Pikiran kita misalnya, bahkan bisa dikatakan telah menyatu dengan diri kita. Ia hadir dan dan tidak bisa dipisahkan lagi dari diri kita. Itulah sebabnya, mengapa modus pengenalan ini disebut ilmu hudhuri (knowledge by presence / presential knowledge).
Karena objek yang diteliti (misalnya pikiran atau keinginan) telah hadir dalam diri kita, bahkan telah menyatu dalam diri kita, maka terjadi kesatuan (identitas) antara subjek dan objek, antara yang berpikir dengan yang dipikirkan, antara alim dan maklum. Akibatnya, maka pengetahuan kita tentang objek tersebut (yang tidak lain dari pada diri kita sendiri) adalah sama dan satu. Di sini kita mengalami bahwa “mengetahui” (to know) adalah sama dengan “ada” itu sendiri (to be).
Meskipun tasawuf dikategorikan oleh Ibn Khaldun sebagai ilmu naqliyyah (agama) dan karena itu berdasarkan pada otoritas, namun menurut kesaksian Ibn Khaldun sendiri dalam Al Muqaddimah-nya, Tasawuf, pada perkembangan berikutnya, telah banyak memasuki dunia filsafat , sehingga sulit bagi keduanya untuk dipisahkan.
Dalam kasus filsafat suhrawardi, misalnya, kita bisa melihat bahwa tasawuf bahkan telah dijadikan dasar bagi filsafatnya, sehingga orang menyebutnya filosof mistik (muta’allih). Sementara pada diri Ibn “Arabi, kita melihat analisis yang sangat filosofis merasuki hampir setiap lembar karya-karyanya. Sehingga tasawufnya sering disebut tasawuf falsafasi. Pada masa berikutnya, kita tahu bahwa Mulla Shadra, pada akhirnya telah dapat mensintesiskan keduanya, dalam apa yang kita sebut filsafat Hikmah Muta’aliyyah, atau teosofi transenden. Disini, unsur-unsur filosofis dan mistik berpadu erat dan saling melengkapi satu sama lain.