~ It's simple. Just say what you want (Don't say what you don't want)... ~

Sunday, September 5, 2010

Lahir menangis … Mati tersenyum

Tersebutlah seorang bapak tua yang tinggal sendirian, jauh dari desa. Tinggal bertahun-tahun di sebuah gubuk bambu mungil yang dibangunnya sendiri di atas sebidang tanah terpencil di pinggir hutan.

Ia menghidupi dirinya hanya dengan apa yang dihasilkan oleh tanaman yang ditanamnya serta apa yang bisa diperolehnya di hutan.

Seorang buruh tebang kayu, yang biasa menebang kayu di hutan itu, adalah temannya satu-satunya, yang singgah di gubuknya hanya kalau kebetulan mendapat perintah untuk menebang kayu. Itu belum tentu tiga bulan sekali. Bapak tua itu bisa dibilang hidup sendiri, menyepi dan secara mandiri, selama bertahun-tahun.

Suatu hari, ketika matahari condong ke Utara, si penebang kayu menyinggahinya. Ia kelihatan sibuk menggali lubang di belakang gubuknya.

“Menggali lubang untuk apa Pak Tua?”, tanya si penebang kayu.

“Untuk kuburku”, jawabnya sambil menyeka keringat di dahinya.

“Kubur bapak?”

“Ya ...”, katanya seraya meletakkan cangkulnya, “kamu harus hadir pada saat berbahagia itu” katanya berharap. “Tolong kuburkan tubuh renta ini di lubang ini”.

“Kapan?”

“Pada bulan Purnama bulan keempat ini”, jawabnya pasti dan melanjutkan penggaliannya.

Ketika hari yang disebutkan tiba, si penebang pohon telah menemukan skop di atas gundukan tanah di tepi liang, di dalam mana jasad Pak Tua itu terbujur kaku dengan senyum damai menghiasi bibirnya.

Dan sesuai pesan almarhum, usai menguburkan jasad temannya itu, si penebang kayu memancang plang papan kayu jati di sisi Timur liang, yang bertuliskan: “Lahir menangis … Mati tersenyum”.

No comments:

Post a Comment